Entri Populer

Selasa, 05 Februari 2013

Agama dan Kepercayaan di Indonesia : Pengertian, Perbedaan, Teori, Aliran, Perilaku, Fungsi

Artikel dan Makalah tentang Agama dan Kepercayaan di Indonesia : Pengertian, Perbedaan, Teori, Aliran, Perilaku, Fungsi - Setiap hari kalian pasti menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran agama dan kepercayaan kalian masing-masing. Kemudian apa yang ada di benak kalian ketika berbicara tentang agama? Apa sebenarnya yang dimaksud dengan agama? Dalam antropologi, agama merupakan salah satu dari tujuh unsur budaya yang harus dipelajari yang di dalamnya termasuk sistem kepercayaan atau sistem religi. Pernahkah kalian berpikir bahwa agama merupakan hasil penafsiran manusia atas kitab suci yang diyakini kebenaranya. Agama dapat dipergunakan manusia untuk membenarkan tingkah lakunya. Atas nama agama pula manusia melakukan berbagai aktivitas selama ini sebagai unsur yang berada di luar diri manusia.

Berbagai upacara keagamaan atau perayaan agama sebagai salah satu bentuk bahwa kita sebagai manusia yang beragama harus menjalankan kewajibanya sebagai manusia yang taat beragama. Agama berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaannya sendiri dan keberadaan alam semesta. Agama dapat membangkitkan kebahagiaan batin yang paling sempurna dan juga perasaan takut dan ngeri. Agama memberi lambang-lambang kepada manusia. Dengan lambang-lambang tersebut mereka dapat mengungkapkan hal-hal yang susah diungkapkan. Ide tentang Tuhan telah membantu memberi semangat kepada manusia dalam menjalankan tugas-tugasnya sehari-hari, menerima nasibnya yang tidak baik atau bahkan berusaha mengatasi kesukaran-kesukaran yang banyak dan berusaha mengakhirinya. Dalam berperilaku menjalankan agamanya tersebut sangat beragam karena banyaknya agama yang tersebar di dunia. Secara singkat, agama di dunia dibedakan menjadi dua yaitu agama bumi/alam dengan agama wahyu. Sebelum kalian mempelajarinya, terlebih dahulu kalian mengerti dan memahami apa yang dimaksud dengan agama secara antropologis.

A. Konsep Agama dan Religi

Kamu tentu menganut sebuah agama. Bahkan mungkin kamu juga sudah terbiasa mengikuti dan menjalankan berbagai ajaran agama yang kamu anut. Namun, tahukah kamu apakah yang disebut dengan agama itu? Apakah semua orang yang ada di sekitarmu juga memiliki agama yang sama dengan yang kamu anut? Untuk bisa menjawabnya, silakan ikuti pembelajaran berikut ini.

1. Konsep Agama

Sebelum melangkah lebih jauh, ada baiknya untuk mengetahui definisi mengenai agama. Definisi agama ada bermacam-macam, tergantung sudut pandang yang dipergunakannya. Geertz, seorang antropolog Amerika mengatakan bahwa agama adalah sebuah sistem simbol, sarana yang dipakai untuk membangun suasana hati dan motivasi yang kuat dan tahan lama di dalam diri manusia, rumusan konsepsi tatanan kehidupan, konsepsi suatu aura faktual, dan sarana untuk membuat suasana hati dan motivasi tampak realistik secara unik. Ia selanjutnya mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem kultur. Adapun Edward Burnett Tylor mengatakan bahwa agama adalah kepercayaan pada makhluk-makhluk spiritual. Lebih lanjut dikatakannya bahwa agama adalah budaya primitif. Menurutnya, tahap awal agama adalah kepercayaan animisme, yakni alam memiliki jiwa. Pemujaan terhadap orang mati, pemujaan kepada para leluhur atau nenek moyang.

Sementara itu, Durkheim mengatakan bahwa agama adalah hal yang berkenaan dengan yang sakral dengan yang sosial. Hal yang paling elementer di dalam agama adalah totemisme. Totem adalah objek penyembahan, tetapi bukan dewa. Totem tidak menimbulkan ketakutan atau kehormatan, bahkan secara primitif tidak didiami oleh roh. Namun, totem memiliki sifat sosial. Totem adalah simbol suatu suku bangsa. Berlainan dengan Freud dan Marx, dikatakannya bahwa agama adalah kepercayaan kepada para dewa. Evan Pritchard dan Geertz mengatakan bahwa agama adalah hubungan yang tepat dengan wilayah mistik yang terletak di balik dan di luar kehidupan biasa. Dikutip dari Antropolog Haviland, agama adalah kepercayaan dan pola perilaku yang diusahakan oleh manusia untuk menangani masalah-masalah penting yang tidak dapat dipecahkan dengan menggunakan teknologi dan teknik organisasi sehingga akhirnya berpaling kepada manipulasi makhluk dan kekuatan supranatural.

2. Ciri-ciri Agama

Kamu telah mampu mendeskripsikan apa pengertian agama. Para ahli memang memiliki definisi sendiri-sendiri tentang agama. Bahkan kamu pun bisa memberikan definisi tentang agama. Sebagai panduan, kamu bisa mengenali ciri-ciri sebuah agama dari hal-hal sebagai berikut. Pertama, terdiri atas ritual. Kedua, ada doa, nyanyian, tarian, sesaji, dan kurban. Ketiga, ada usaha manusia untuk memanipulasi makhluk dan kekuatan supernatural untuk kepentingannya sendiri; seperti dewa, dewi, arwah leluhur, roh, kekuatan impersonal. Keempat, ada orang tertentu yang memiliki pengetahuan khusus untuk berhubungan dengan makhluk dan kekuatan gaib.

Menurut Daniel Lerner, cepat atau lambat masyarakat akan menuju pada kehidupan modern. Penyebab hal tersebut diperkirakan oleh media massa yang dengan mudah mempengaruhi manusia berubah dari masyarakat tradisional menuju modern. Mannhardt mengatakan bahwa bentuk mitologi lebih sederhana adalah ritus-ritus dan kepercayaan para petani seperti hantu-hantu tanaman, rohroh gandum, dan roh-roh pepohonan.

Ada dua jenis agama yang ada di muka bumi ini. Kedua jenis agama tersebut adalah agama bumi dan agama wahyu. Mari kita deskripsikan bersama.

a. Agama Bumi

Agama bumi tidak mengenal surga dan neraka, yang ada hanyalah hidup dan mati. Nirwana pun hanya ada dalam kehidupan. R.M. Lowie mengatakan bahwa agama primitif dipengaruhi dan ditentukan bentuknya oleh kesadaran tentang adanya hal yang misterius, supernatural, dan sesuatu yang luar biasa.

Di dalam agama primitif, terdapat ritual magis yang secara psikologis berkaitan dengan peristiwa kerasukan, memercayai kekuatan supranatural mampu mengubah dunia.

b. Agama Wahyu

E.E. Evans Pritchard mengatakan bahwa awal munculnya agama adalah dari Tuhan bersamaan dengan diciptakannya manusia pertama yang juga bertindak selaku nabi, yaitu Adam. Dikutip dari Pritchard, yang disebut dengan wahyu bukanlah suatu khayalan atau imajinasi, atau bahkan intuisi. Wahyu adalah firman Tuhan tentang diri-Nya, ciptaan-Nya, relasi antara keduanya, serta jalan menuju keselamatan yang disampaikan Nabi dan Rasul pilihan-Nya direpresentasikan melalui kata-kata dan disampaikan kepada Nabi kepada umat manusia melalui bentuk bahasa yang bersifat baru, mudah dipahami tanpa kerancuan (confusion) dengan subjektivitas dan inagurasi kognitif pemikiran Nabi. Dikutip dari van Baal, wahyu adalah sesuatu yang datang dari Tuhan atau dari dewa-dewa, jadi hal yang tidak dapat dijangkau oleh daya pikir manusia.

Tabel 1. Perbedaan antara Agama Wahyu dengan Agama Bukan Wahyu

Agama
Kepercayaan
Berpokok pada konsep keesaan Tuhan
Tidak harus demikian.
Beriman kepada nabi.
Tidak beriman kepada nabi.
Sumber utama tuntunan dan ukuran bagi  baik dan buruk adalah kitab suci yang  diwahyukan.
Kitab suci yang diwahyukan tidak esensial.
Lahir di Timur Tengah.
Lahir di luar area Timur Tengah (kecuali  Paganisme).
Timbul di daerah-daerah yang secara historis berada di bawah pengaruh ras Semitik, kemudian menyebar ke luar area pengaruh Semitik.
Lahir di luar area Semitik.
Agama wahyu adalah agama mission-ary, sesuai dengan ajaran dan/atau historisnya.
Bukan agama missionary
Ajarannya tegas dan jelas.
Ajarannya kabur dan sangat elastik.
Ajarannya memberikan arah dan jalan yang lengkap kepada para pemeluknya. Pemeluknya berpegang baik pada aspek duniawi (the worldly) atau aspek spiritual dari hidup ini.
Taoisme menitik beratkan kepada aspek hidup spiritual, pada Confusianisme lebih menekankan pada aspek duniawi.

Tabel 2. Perbandingan Sistem Kepercayaan

Sistem Kepercayaan
Cara
Tujuan
Dampak Sosial
Magis
Tidak rasional Misalnya, sesaji, bakar kemenyan, dan lain-lain
Rasional Misalnya, untuk keselamatan dunia, kesehatan ataupun kekayaan
Otoritas dukun (magician), pengokohan hubungan-hubungan sosial, struktur sosial komunitas magis
Agama
Rasional Misalnya puasa, zakat, misa, dan lain-lain
Tidak rasional Misalnya masuk surga, reinkarnasi, dan lain-lain
Otoritas pemimpin agama, pengokohan kekuasaan politis, struktur sosial keagamaan, perubahan kebudayaan
Ilmu Pengetahuan
Rasional Misalnya metode ilmu bisa dibuktikan
Rasional Misalnya pemecahan problem duniawi
Otoritas ilmuwan, pengokohan politis, struktur sosial komunitas keilmuan, perubahan kebudayaan, rasionalitas fenomena

3. Konsep Religi

Sementara itu, religi memiliki pengertian yang senada dengan agama. Dikutip dari J. van Baal, religi adalah semua gagasan yang berkaitan dengan kenyataan yang tidak dapat ditentukan secara empiris dan semua gagasan tentang perbuatan yang bersifat dugaan semacam itu, dianggap benar. Dengan demikian, surga atau neraka dianggap benar adanya meski tidak dapat dibuktikan keberadaannya. Religi itu adalah sesuatu yang berkaitan dengan nilai susila yang agung. Religi itu memiliki nilai, dan bukannya sistem ilmu pengetahuan. Religi juga sesuatu yang tidak masuk akal dan bertentangan dengan rasio. Religi menyangkut pula masalah yang dimiliki manusia. Religi sangat mempercayai adanya Tuhan, hukum kesusilaan, dan roh yang abadi. Spencer mengatakan bahwa awal mula munculnya religi adalah karena manusia sadar dan takut akan maut.

Berikutnya terjadi evolusi menjadi lebih kompleks dan terjadi diferensiasi. Diferensiasi tersebut adalah penyembahan kepada dewa; seperti dewa kejayaan, dewa kebijaksanaan, dewa perang, dewa pemelihara, dewi kecantikan, dewa maut, dan lain sebagainya. Di dalam religi juga muncul yang disebut dengan Fetiyisme. De Brosess mengatakan bahwa fetiyisme adalah pemujaan kepada binatang atau barang tak bernyawa yang dijadikan dewa. Sementara itu kepercayaan akan kekuatan suatu benda yang diciptakan oleh ahlinya disebut dengan Feitico atau azimat. Orang-orang yang berlayar banyak yang mengenakan azimat ini agar dapat selamat kembali ke darat.

Sumber penting di dalam religi adalah adanya empat hal yang muncul yang berkaitan dengan perasaan; yakni takut, takjub, rasa syukur, dan masuk akal. Di dalam perkembangannya, animisme berubah menjadi politeisme, dan lalu berubah menjadi monoteisme. Banyak istilah yang kemudian muncul berkenaan dengan adanya sistem religi. Istilah yang kerap muncul di dalam religi adalah Tuhan, dewa, dewi, malaikat, roh, jin, iblis, setan, hantu, peri, raksasa, momok, roh, nyawa, orang mati, syamanisme, monoteisme, politeisme, ateisme, kesurupan, kerasukan, wahyu, pendeta, guru, nabi, pengkhotbah, dukun, ahli sihir, intuisi, pertanda, ramalan, animisme, totemisme, meditasi, puasa, mana, tabu, sakral, najis, kudus, duniawi, dan seterusnya. Jika dicermati, istilah-istilah tersebut memiliki hal yang agung, gaib, suci, menakutkan, dan tak kasat mata.

R.R. Marret mengatakan bahwa animisme bukan tahap awal suatu agama, melainkan pra-animisme. Pra-animisme; yakni animatisme. Dikutip dari Marret, animatisme adalah pengalaman tentang kekuatan yang impersonal; yaitu suatu kekuatan yang supranatural yang tinggal di dalam orang-orang tertentu, binatang tertentu, dan di dalam bendabenda yang tak berjiwa. Kekuatan tersebut dapat berpindah. Kekuatan ini disebut dengan mana.

Orang-orang primitif memiliki perasaan bahwa ada sesuatu kekuatan gaib pada orang-orang dan benda-benda tertentu. Ada dan tidak adanya perasaan tersebut yang kemudian memisahkan antara yang suci (ukhrowi) dengan duniawi; dunia gaib dengan dunia sehari-hari. Dari hal tersebut muncul dengan yang dinamakan takwa. Dikutip dari Pritchard, takwa adalah suatu gabungan dari rasa takut, damba, kagum, tertarik, hormat, bahkan mungkin cinta.

Spencer mengatakan bahwa religi muncul karena manusia sadar dan merasa takut akan adanya maut, berevolusi kepada yang lebih kompleks menjadi penyembahan terhadap dewa maut, dewa perang, dewi kecantikan, dewa laut, dan sebagainya. E.B. Tylor mengatakan bahwa bentuk religi yang tertua adalah penyembahan kepada roh-roh yang merupakan personifikasi dari jiwa orang-orang yang telah meninggal, terutama nenek moyang.

4. Teori-Teori tentang Religi

Mengapa manusia percaya kepada suatu kekuatan yang dianggapnya lebih tinggi dari dirinya? Mengapa manusia melakukan berbagai macam cara untuk mencari hubungan dengan kekuatan-kekuatan tadi? Ada banyak teori yang berbeda tentang masalah tersebut.

Menurut teori yang terpenting, perilaku manusia bersifat religi karena sebab-sebab sebagai berikut.

a. Manusia mulai sadar akan adanya konsep roh.
b. Manusia mengakui adanya berbagai gejala yang tidak dapat dijelaskan dengan akal.
c. Keinginan manusia untuk menghadapi berbagai krisis yang senantiasa dialami manusia dalam daur hidupnya.
d. Kejadian-kejadian luar biasa yang dialami manusia di alam sekelilingnya.
e. Adanya getaran (yaitu emosi) berupa rasa kesatuan yang timbul dalam jiwa manusia sebagai warga negara masyarakat.
f. Manusia menerima suatu firman dari Tuhan.

Adapun teori-teorinya antara lain sebagai berikut.

a. Teori Roh

Teori ini dikemukakan oleh E.B. Tylor. Menurut Tylor, asal mula religi adalah kesadaran manusia akan konsep roh. Hal itu terjadi karena dua sebab.
  1. Perbedaan yang tampak antara benda hidup dan benda yang mati. Makhluk yang masih dapat bergerak disebut makhluk hidup, tetapi apabila tidak bergerak lagi, maka itu berarti bahwa makhluk tersebut mati. Dengan demikian, manusia lama-kelamaan mulai menyadari bahwa gerak dalam alam (yaitu hidup) disebabkan oleh sesuatu kekuatan yang berada di samping tubuh jasmaninya, yakni jiwa (yang kemudian lebih khusus disebut roh).
  2. Pengalaman bermimpi. Dalam mimpinya manusia melihat dirinya berada di tempat-tempat lain selain tempat ia tertidur. Maka ia mulai membedakan antara tubuh jasmaninya yang berada di tempat tidur, dan bagian lain dari dirinya, yaitu jiwanya (rohnya), yang pergi ke tempat lain.
b. Teori Batas Akal

Teori ini dikemukakan oleh J.G. Fraser. Dalam bukunya The Golden Bough jilid I seperti ditulis oleh Koentjaraningrat (2002: 196–197), ia mengatakan bahwa manusia memecahkan masalah-masalah hidupnya dengan akal dan sistem pengetahuannya, tetapi akal dan sistem pengetahuan manusia terbatas. Makin maju kebudayaannya, makin luas batas akal itu. Dalam banyak kebudayaan batas akal manusia masih sangat sempit. Soal-soal hidup yang tidak dapat mereka pecahkan dengan akal, dipecahkan dengan magic, atau ilmu gaib.

Menurut Frazer, ketika religi belum hadir dalam kebudayaan manusia, manusia hanya menggunakan ilmu gaib untuk memecahkan masalah-masaah hidup yang berada di luar jangkauan akal dan pengetahuannya. Ketika mereka menyadari bahwa ilmu gaib tidak bermanfaat bagi mereka, mulailah timbul kepercayaan bahwa alam dihuni oleh makhluk-makhluk halus yang lebih berkuasa, dengan siapa manusia kemudian mulai mencari hubungan, sehingga timbullah religi.

c. Teori Masa Krisis dalam Hidup Individu

Pandangan seperti ini dikemukakan oleh M. Crawley dalam bukunya Tree of Life (1905) dan A. van Gennep dalam bukunya Rites de Passage (1909). Dalam buku yang ditulis oleh Koentjaraningrat (1002: 197), kedua pakar menyatakan bahwa selama hidupnya manusia mengalami berbagai krisis yang sangat ditakuti oleh manusia, dan karena itu menjadi objek dari perhatiannya. Terutama terhadap bencana sakit dan maut, segala kepandaian, kekuasaan, dan harta benda yang dimilikinya, manusia tidak berdaya.

Bagi manusia, ada saat-saat ketika manusia mudah jatuh sakit atau tertimpa bencana. Misalnya masa kanak-kanak, atau saat ia beralih dari usia pemuda ke usia dewasa, masa hamil, melahirkan, dan saat ia menghadapi sakratul maut. Pada saat-saat seperti itu manusia merasa perlu melakukan sesuatu untuk memperteguh imannya, yang dilakukannya dengan upacara-upacara. Perbuatan-perbuatan inilah yang merupakan pangkal dari religi dan merupakan bentuk-bentuk yang tertua.

d. Teori Kekuatan Luar Biasa

Pendapat ini diajukan oleh R.R. Marret. Ia tidak sependapat dengan Tylor. Menurutnya, kesadaran seperti itu terlalu kompleks bagi pikiran makhluk manusia yang baru berada pada tingkat-tingkat awal dari kehidupannya. Ia juga mengatakan bahwa pangkal dari segala perilaku keagamaan ditimbulkan oleh perasaan tidak berdaya dalam menghadapi gejala-gejala dan peristiwa-peristiwa yang dianggap luar biasa dalam kehidupannya.

Alam dianggap sebagai tempat adanya kekuatan-kekuatan yang melebihi kekuatan-kekuatan yang telah dikenalnya dalam alam sekelilingnya, disebut the supernatural. Gejala-gejala, hal-hal, dan peristiwa-peristiwa yang luar biasa itu dianggap sebagai akibat dari kekuatan supernatural (atau kekuatan sakti).

e. Teori Elementer Mengenai Hidup Beragama

Tokoh teori ini adalah E. Durkheim. Inti dari teori seperti terdapat dalam buku tulisan Koentjaraningrat (2002 : 199) adalah sebagai berikut.
  1. Sejak awal keberadaannya di muka bumi, manusia mengembangkan religi karena adanya getaran jiwa, yaitu suatu emosi keagamaan, yang timbul dalam jiwanya karena adanya emosi terhadap keagamaannya, dan bukan karena dalam pikirannya manusia membayangkan adanya roh yang abstrak, berupa kekuatan yang menyebabkan hidup dan gerak dalam alam semesta ini.
  2. Dalam pikirannya, emosi keagamaan itu berupa perasaan yang mencakup rasa keterkaitan, bakti, cinta, dan sebagainya, terhadap masyarakatnya sendiri, yang baginya merupakan seluruh dunianya.
  3. Emosi keagamaan tidak selalu berkobar-kobar setiap saat dalam dirinya. Apabila tidak dirangsang dan dipelihara, emosi keagamaan itu menjadi latent (melemah), sehingga perlu dikorbarkan kembali, antara lain melalui kontraksi masyarakat (mengumpulkan seluruh masyarakat dalam pertemuan-pertemuan raksasa).
  4. Emosi keagamaan yang muncul itu membutuhkan suatu objek tujuan. Mengenai apa yang menyebabkan bahwa sesuatu hal menjadi objek dari emosi keagamaan, bukanlah terutama sifatnya yang luar biasa atau aneh dan megah, tetapi adanya tekanan berupa anggapan umum dalam masyarakat, misalnya karena salah satu peristiwa secara kebetulan pernah dialami orang banyak. Objek yang menjadi tujuan emosi keagamaan juga dapat bersifat sacre (keramat), sebagai lawan dari sifat profan (tidak keramat), yang tidak memiliki nilai keagamaan.
  5. Suatu objek keramat sebenarnya merupakan lambang dari suatu masyarakat. Pada suku-suku bangsa asli di Australia, objek keramat yang menjadi objek emosi kemasyarakatannya sering kali berwujud suatu jenis hewan atau tumbuhtumbuhan. Para pakar menyebut prinsip yang berada di belakang objek dari suatu kelompok dalam masyarakat (misalnya klan atau kelompok kerabat) dengan istilah totem.
5. Unsur-Unsur Dasar Religi

Kamu tentu tahu bahwa bangsa Indonesia terdiri atas suku-suku (lebih dari 600 suku). Kamu tentunya juga tahu apa yang telah diungkapkan E. Durkheim tentang teori religi. Nah, untuk mendeskripsikan religi dalam suku-suku bangsa di Indonesia, antropologi membagi religi ke dalam unsur-unsur sebagai berikut.

a. Emosi keagamaan (getaran jiwa) yang menyebabkan bahwa manusia didorong untuk berperilaku keagamaan.
b. Sistem kepercayaan atau bayangan-bayangan manusia tentang bentuk dunia, alam, alam gaib, hidup, dan maut.
c. Sistem ritus dan upacara keagamaan yang bertujuan mencari hubungan dengan dunia gaib berdasarkan sistem kepercayaan tersebut.
d. Kelompok keagamaan atau kesatuan-kesatuan sosial yang mengonsepsikan dan mengaktifkan religi berikut sistem-sistem keagamaannya.
e. Alat-alat musik yang digunakan dalam ritus dan upacara kesamaan.

B. Fungsi Agama atau Religi dan Kepercayaan

Agama sering dipahami sebagai kepercayaan kepada Tuhan. Bisa pula dipahami sebagai pengamalan yang berkait dengan kepercayaan tersebut. Namun, sebetulnya agama memiliki cakupan yang lebih luas dibandingkan dengan kepercayaan. Kita bisa mengatakan bahwa sesuatu itu agama apabila ada unsur-unsur: perilaku (sembahyang, membuat sajian, perayaan dan upacara), sikap (seperti hormat, kasih atau takut), pernyataan (seperti mantra, jampi, kalimat suci), dan benda-benda lahiriah (seperti masjid, candi, gereja, tangkal, azimat).

Agama memiliki dua fungsi penting; yakni fungsi psikologis dan fungsi sosial.

1. Fungsi Psikologis

Orang meyakini dan mengamalkan ajaran agama kebanyakan untuk meraih ketenteraman. Agama bisa memberi ketenangan dan mengurangi kegelisahan karena percaya ada bantuan supranatural yang dapat diharapkan saat terjadi bencana. Orang yang baru saja terkena musibah gempa bumi, akan merasa tenang apabila ingat dengan Tuhan atau kekuatan supranatural yang ada di atasnya. Selain itu, agama juga bisa memberi tuntunan melalui penggambaran atau cerita makhluk supranatural.

2. Fungsi Sosial

Fungsi lain dari agama antara lain memberi sanksi kepada sejumlah besar tata kelakuan, pemeliharaan solidaritas sosial, pendidikan, dan tertib sosial. Dengan rajin menjalankan perintah ajaran agama, maka akan terbentuk sikap dislipin dan ketaatan. Orang yang taat menjalankan perintah agama akan memiliki perilaku yang terpuji dan mampu membangun kebersamaan dengan manusia yang lain. 

Coba lihatlah pada dirimu sendiri. Apakah kamu telah taat dalam menjalankan perintah ajaran agama? Lalu, apa dampak yang kamu rasakan setelah tertib dalam menjalankan ajaran agama?

C. Agama/Religi dan Kepercayaan di Indonesia

Indonesia tidak hanya memiliki suku bangsa yang beragam, namun juga memiliki agama dan kepercayaan yang beragam. Terdapat enam agama resmi di Indonesia, yaitu Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Cu. Berdasarkan data yang ada, mayoritas masyarakat Indonesia adalah pemeluk agama Islam. Di samping agama yang resmi, di Indonesia juga tumbuh dan berkembang keyakinan lain yang disebut dengan kepercayaan tradisional.

Dengan adanya diversitas agama di Indonesia, masyarakat Indonesia harus menghargai perbedaan yang ada. Hal tersebut telah diatur di dalam Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 29 ayat 2 yang menjamin masyarakat memiliki kemerdekaan di dalam beragama. Setiap individu dibebaskan untuk menganut agama yang dipilihnya. Dengan demikian, tidak ada diskriminasi agama. Setiap individu harus menghormati dan memelihara toleransi terhadap kepercayaan masing-masing.

Agama di Indonesia adalah Islam, Protestan, Katolik Roma, Hindu, Buddha, dan Konghucu.

a. Islam

Agama Islam masuk ke Indonesia sekitar abad ke-15 dan 16. Agama Islam salah satu di antaranya dibawa ke Indonesia oleh pedagang India dan Arab. Jumlah pemeluk agama Islam di seluruh Indonesia sekitar 88% dari penduduk Indonesia. Bukti tertua kehadiran Islam di Indonesia ditemukan di Aceh berupa batu nisan Sultan Sulaiman bin Abdullah bin al-Basir dengan angka tahun 1211. Dari temuan nisan itu, kita bisa menduga bahwa sekitar abad XII di Sumatra telah berkembang masyarakat Islam. Dari kawasan itulah, Islam mampu berkembang ke berbagai daerah di Indonesia. Meski memuat nilai-nilai baru, namun perilaku beragama saat awal masih dipengaruhi oleh unsur-unsur Hindu-Buddha. Bahkan para pengembang agama Islam di Jawa seperti wali sanga masih menggunakan adat istiadat yang merupakan peninggalan kebudayaan Hindu-Buddha.

Setelah Aceh, komunitas muslim generasi pertama terdapat di Demak, Banten, Makassar, Maluku, dan Yogyakarta. Di kota-kota itu kita ketahui berdiri kerajaan-kerajaan Islam yang menjadi pusat pengembangan ajaran Islam. Peninggalan sejarah dari kerajaan-kerajaan tersebut masih bisa kita lihat hingga kini.

Salah satu perilaku beragama yang berkembang pada periode awal adalah sufisme atau tasawuf. Sufisme merupakan perilaku yang mencerminkan unsur batin ajaran Islam. Misalnya dengan pengekangan diri melalui beragam kegiatan seperti zikir, puasa, sembahyang terus-menerus, dan tarian suci. Dari sini dikenal adanya tarekat yaitu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah. Tarekat yang berkembang pada masa awal antara lain sebagai berikut.

Tabel 3. Sastrawan dan Tarekatnya

Nama
Tarikat
Sejarah
Hamzah Fansuri
Qadiriyya
Penyair mistik dan keagamaan, pengarang pertama yang dikenal di dunia Melayu
Shams al Din Pasai
Naqshbandiyya
Penasihat keagamaan Sultan Iskandar Muda dari Aceh, pelopor aliran tersebut.
Abd al Rauf Aceh
Shatariyya
Pendiri Shatariyya di Jawa dan Sumatra setelah belajar di Madinah
Abd al-Samad
Sammaniyya
Pendiri Sammaniyya di Palembang setelah belajar di Mekah
Sumber: Indonesian Heritage: Agama dan Upacara, halaman 17

Perilaku beragama umat Islam didasarkan atas keyakinan adanya rukun iman dan rukun Islam. Rukun iman terdiri atas percaya pada Allah swt., percaya pada malaikat, percaya pada nabi, percaya pada hari kiamat, percaya pada kitab suci (Taurat, Mazmur, Injil, Quran) dan percaya pada takdir. Rukun Islam meliputi pengakuan tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah syahadat, sembahyang lima waktu (shalat), puasa di bulan Ramadan, zakat, dan naik haji.

Pada masa kontemporer, perilaku keagamaan di Indonesia semakin beragam. Baik dari tradisi Muhammadiyah, NU, maupun penganut Islam inklusif. Masing-masing organisasi massa dan kelompok-kelompok penganut agama itu kemudian berkembang dengan ciri khas masing-masing.

b. Protestan

Agama Protestan banyak ditemui di daerah Maluku, Sulawesi Utara, dan Batak. Jumlah pemeluk agama Protestan sebesar 5% dari populasi. Pembawa agama ini adalah orang Belanda dan Portugis. Agama Kristen mulai masuk ke Indonesia setelah VOC menjalankan penjajahannya di berbagai pulau. Meski misi utama VOC adalah berdagang, namun mereka juga wajib mengembangkan iman Protestan. Saat VOC dibubarkan tahun 1799, di Indonesia terdapat 50.000 orang pemeluk Protestan. Agama ini semakin berkembang setelah pemerintah kolonial mendukung sepenuhnya kegiatan misionaris. Apalagi kitab-kitab suci mereka diterjemahkan ke dalam bahasa lokal dan bahasa Melayu. Komunitas agama Protestan banyak terdapat di kawasan Indonesia bagian timur.

Para pemeluk agama Kristen menjalankan beragam upacara. Banyak di antaranya yang menggunakan kebudayaan lokal yang telah lama berkembang di masyarakat. Misalnya yang dilakukan oleh masyarakat Kristen di Pulau Samosir, dekat Danau Toba. Mereka biasa menggelar tarian suci dan nyanyian puisi ratapan 
pada perayaan Jumat Agung.

Di Larantuka, Flores Timur, penganut Kristen menyelenggarakan ritual siklus kehidupan dengan menyisipkan prosesi kelahiran dan kematian Kristus dalam kebaktian Paskah. Upacara ini adalah peninggalan masyarakat Eropa abad XVI. Pada Jumat Agung mereka mengadakan arak-arakan lilin di sepanjang jalan dengan membawa patung Perawan Maria lambang Mater Dolorosa (Bunda Berkabung). Kini, daerah-daerah itu menjadi sentra komunitas Kristen. Kamu bisa mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang perilaku agama mereka.

c. Katolik Roma

Agama Katolik Roma banyak ditemui di daerah kepulauan timur Indonesia, seperti Roti, Timor, dan Flores. Jumlah pemeluk agama Protestan sebesar 5% dari populasi. Pembawa agama ini adalah orang Belanda dan Portugis. Komunitas Katholik terbentuk sejak abad XVI di Ambon, Ternate, dan Halmahera. Agama tersebut datang sejak Portugis masuk ke Indonesia. Namun, berkembang dengan cepat pada abad XIX setelah pemerintah kolonial Belanda memberlakukan otonomi Gereja Katolik. Apalagi banyak keluarga Belanda yang datang ke Indonesia mengikuti suami atau ayah mereka yang bertugas di Indonesia.

Penyebaran agama ini banyak didukung oleh keberadaan ordo Fransiscan. Ordo yang berpusat di Maluku Utara dan Sulawesi Utara ini berhasil membuat penduduk beragama Katolik. Ordo lain adalah Jemaat Theatine yang berpusat di pantai barat daya Sumatra dan ordo Dominikan yang berpusat di Solor, Timor, dan Flores.

d. Hindu

Agama Hindu banyak ditemui di daerah Bali dan Lombok (di tempat orang Bali yang tinggal di daerah Lombok). Penganut kurang lebih 2% dari total populasi. Agama ini sedikit berbeda dengan yang dianut di India. Agama ini telah dikenal masyarakat Indonesia sejak awal abad I Masehi melalui hubungan dagang dengan India. Dari kontak dagang ini, kemudian terbangunlah komunitas-komunitas Hindu pada abad VIII-IX. Saat itu bersamaan dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Hindu dengan puncak Kerajaan Majapahit. Peran utama penyebaran agama Hindu dipegang oleh kaum brahmana.

Merakalah yang memimpin upacara di kerajaan-kerajaan Hindu. Dalam perkembangannya, mereka menggunakan akar budaya lokal untuk menjalankan perilaku agamanya. Misalnya, kita mengenal Dewi Sri atau penggunaan Gunung Meru.

Masyarakat Hindu terbagi ke dalam empat kasta, yaitu brahmana, kesatria, waisya, dan sudra. Di luar itu masih ada kasta chandala yang meliputi golongan pemburu yang tercemar kedudukannya. Prinsip ajaran agama Hindu didasarkan atas lima kepercayaan: brahman yaitu kepercayaan kepada para dewa dalam berbagai bentuk perwujudannya, atman yaitu kepercayaan tentang jiwa yang abadi, karmaphala yaitu kepercayaan bahwa setiap tindakan akan berakibat pada pelakunya, punar bhawa yaitu kepercayaan tentang reinkarnasi, dan moksa yaitu kepercayaan tentang kebahagiaan yang tertinggi.

Pemeluk agama Hindu menyelenggarakan serangkaian upacara yang disebut yadnya. Upacara ini terdiri atas lima jenis berdasarkan untuk siapa upacara ditujukan. Upacara itu meliputi Dewa yadnya untuk Yang Maha Kuasa, dewa-dewa dan dewi-dewi, bhuta yadnya untuk roh gaib setan, pitra yadnya untuk untuk orang mati atau leluhur, manusa yadnya untuk orang hidup, rsi yadnya untuk pendeta atau pentasbihan.

Agama Hindu di Bali mempunyai banyak nama, seperti Hindu Bali karena khas Bali, agama Tirta karena air suci merupakan unsur penting dalam agama Hindu, dan agama Siwa-Weda karena ajaran-ajarannya memuja Siwa-Buddha. Kini, nama yang sering dipakai adalah Hindu Dharma. Penyebaran agama Hindu di Bali banyak menggunakan tari topeng, wayang, dan pergelaran drama. Tradisi keagamaan di Bali telah mengakar dalam kehidupan sehari-hari dengan pusat keagamaan di pura.

e. Buddha

Agama Buddha berasal dari India. Penganutnya sekitar 1% dari populasi. Buddha berasal dari India dan menyebar ke Indonesia bersamaan dengan Hindu. Pengaruh agama Buddha masuk ke Indonesia pada abad VII. Hal ini berdasarkan catatan I-Ching yang melawat ke Sriwijaya pada tahun 671. Setelah selama 10 tahun tinggal di Sriwijaya, IChing menerjemahkan teks-teks Buddha Sanskerta ke dalam bahasa Cina dan menulis kisah perjalanannya.

Ada dua aliran utama yang berkembang dalam Buddha, yaitu Theravada dan Mahayana. Pada masa Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit, yang berkuasa adalah aliran Mahayana. Agama Buddha mengembangkan ajaran Tantra. Namun setelah kedua kerajaan besar itu runtuh, pengaruh Buddha semakin menghilang. Dalam perkembangannya, para pemeluk agama Buddha mendirikan sangga atau organisasi para biarawan. Hingga kini, pelaksanaan upacara keagamaan banyak dipimpin oleh organisasi ini.

f. Konghucu

Penganut agama Konghucu di seluruh Indonesia berjumlah sekitar 1%. Agama Konghucu adalah agama yang baru saja diakui oleh pemerintah sebagai salah satu agama resmi di Indonesia. Selain percaya pada adanya Tuhan, masyarakat Indonesia juga percaya pada adanya makhluk halus dan alam gaib. Berkaitan dengan alam gaib, menurut C. Geertz, masyarakat di daerah Jawa sangat mempercayai adanya makhluk halus. Apa saja nama makhluk halus yang ada dalam budaya Jawa, bacalah informasi berikut ini.

Info :

Makhluk halus tersebut terdiri beberapa macam, yaitu sebagai berikut.

a. Memedi : roh yang menakut-nakuti.
b. Lelembut : roh yang menyebabkan kesurupan.
c. Tuyul : makhluk hidup yang karib.
d. Demit : makhluk hidup yang menghuni suatu tempat.
e. Danyang : roh pelindung.

Untuk melindungi diri dari bahaya, masyarakat Jawa juga sangat aktif melakukan ritual keselamatan. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut.

a. telonan : ritual tiga bulan masa kehamilan.
b. tingkeban : ritual anak pertama bagi ibu, ayah, atau keduanya.
c. babaran/brokohan : ritual kelahiran bayi.
d. pasaran : ritual lima hari setelah kelahiran.
e. pitman : ritual tujuh bulan setelah kelahiran.
f. selapanan : ritual satu bulan setelah kelahiran.
g. taunan : ritual satu tahun setelah kelahiran.

Masyarakat Jawa memiliki cara penghitungan hari tersendiri, yakni lima hari pasaran. Hari pasaran tersebut adalah legi, paing, pon, wage, dan kliwon. Di daerah-faerah yang lain di Indonesia mungkin juga memiliki cara tersendiri dalam menetapkan hari. Bagaimana masyarakat yang ada di sekitar tempat tinggalmu?

2. Aliran Kepercayaan di Indonesia

Wilhelm Wundt menjelaskan bahwa pada mulanya datang kepercayaan tentang magi, iblis, dan lainnya. Pada tahap evolusi berikutnya, yakni pada abad Totem, mulai munculnya agama dalam bentuk pemujaan binatang. Lama-kelamaan totem mulai susut, lalu objek pemujaan diganti dengan manusia. Pemujaan beralih menjadi pemujaan terhadap nenek moyang hingga akhirnya ada pengkultusan terhadap pahlawan, dan pengkultusan dewa-dewi.

Aliran kepercayaan yang berkembang di Indonesia adalah Budi Setia (didirikan oleh kaum priayi), Sumarah (didominasi oleh kaum priayi), Kawruh Baja, Ilmu Sejati, Kawruh kasunyatan, Sunda wiwitan (tersisa pada etnis Baduy di Kanekes, Banten), Buhun Jawa Barat, Parmalim (agama asli Batak), Kaharingan Kalimantan, Tonaas Walian Minahasa Sulut, Tolottang, Wetu telu, dan Naurus (P. Seram Maluku).

Info :

Wetu telu berarti tiga waktu. Wetu telu adalah agama Islam yang mengalami sinkretisme dengan Hindu Bali, kejawen, dan kepercayaan kepada leluhur. Kamu dapat menemui orang-orang yang beragama Islam seperti itu terutama di bagian utara dan selatan Pulau Lombok. Bagaimana sampai terjadi percampuran seperti itu? Latar belakang proses percampurannya adalah pada waktu itu, ada sejenis agama Islam (keras) berkembang di kalangan orang kaya. Tokoh di balik perkembangan itu adalah para mahasiswa yang belajar pada kurun waktu tertentu di sekolah-sekolah agama ortodoks. Mereka inilah yang mempelajari dasar-dasar keislaman dengan menafsirkan ayat-ayat untuk disesuaikan dengan tradisi ortodoks yang telah mapan.

Dalam kepercayaan ini, peran leluhur begitu menonjol. Mereka mempercayai kehidupan yang senantiasa mengalir dengan unsur sangat kuat yang disebut jiwa yang dapat dibangkitkan. Seseorang yang hidup jiwanya selalu berada di dalam tubuh. Jiwa dapat meninggalkan tubuh (pada saat tidur) tetapi selalu kembali ke tubuh orang tersebut. Baru setelah mati, jiwa meninggalkan tubuh, tetapi selalu hidup dan dapat mengembara ke mana-mana. Nah, supaya jiwa itu tenteram dan tidak membahayakan manusia, maka dilakukanlah upacara-upacara. Pada saat itulah, orang yang mati diubah menjadi leluhur.

Bagi orang-orang Lombok yang menganut wetu telu, kematian tidak berarti perpisahan. Jiwa orang mati mungkin pergi ke alam lain tetapi tetap dapat kembali sewaktu-waktu. Oleh karena itu, mereka dapat mempengaruhi kehidupan keturunannya yang masih hidup. Para penganut wetu telu dapat memanggil dan meminta bantuan arwah para leluhurnya dengan suatu perayaan. Lihatlah gambar di samping. Itulah upacara tumbuk padi yang dilakukan untuk persiapan perayaan.

Orang Islam penganut wetu telu di Lombok Utara memiliki pusat tempat suci yang disebut dengan Masjid Bayan. Ciri-ciri masjidnya sebagai berikut.

a. Memiliki beduk yang besar.
b. Terdapat patung naga yang disebut dengan naga Bayan.
c. Terdapat patung burung dari kayu di atas mimbar induk.
d. Tidak pernah melaksanakan khotbah hari Jumat.
e. Para jemaah wetu telu hanya mengunjungi jika mereka ingin mempersembahkan makanan kepada kiai pada perayaan tertentu.
f. Hanya para kiai-lah yang melaksanakan tugas keagamaan, tetapi tidak memimpin salat wajib lima waktu.

Berbeda dengan umat Islam umumnya yang mengadakan perayaan meriah pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, maka wetu telu melaksanakan perayaan meriah pada saat Maulud Nabi. Pada saat itu, kamu akan melihat masjid wetu telu dihiasi dengan umbul-umbul dan kain. Pada waktu malam, para kiai bertemu untuk makan bersama. Ketika Ramadan tiba, semua kiai bertemu setiap malam untuk berdoa, dan buka puasa bersama hanya dilakukan pada akhir bulan puasa sekaligus juga dilakukan khotbah. Selain itu, para kiai wetu telu juga akan bertemu di Masjid Bayan jika di Lombok Utara terjadi bencana alam. Mereka melaksanakan upacara lohor jariang jumat. Upacara diakhiri khotbah khas Bayan dengan menggunakan bahasa daerah.

Para penganut wetu telu dapat menjelaskan bagaimana Islam diterima di Lombok, serta bagaimana waktu lima dan wetu telu dapat dibedakan dengan menggunakan naskah lontar. Memang, hingga kini masyarakat Lombok ada yang melakukan sembahyang hanya tiga kali sehari. Hal ini berbeda dengan orang muslim yang melaksanakan salat lima waktu dalam sehari. Oleh karena itu, wetu telu dapat disebut sebagai suatu sekte yang berpegang pada kebiasaan tradisional (adat) dan syariah.

D. Perilaku Religi

Agama yang beragam adanya di permukaan bumi, tidak seluruhnya memiliki kesamaan di dalam menjalankan ritual keagamaannya. Namun, hampir seluruhnya percaya terhadap sesuatu yang dianggapnya memiliki kekuasaan dan kekuatan. Van Baal menjelaskan bahwa manusia memiliki kepercayaan terhadap mana. Mana adalah sesuatu yang mempengaruhi semua hal yang melampaui kekuasaan manusia yang berada di luar jalur yang normal dan wajar. Mana muncul karena hadirnya pengaruh yang ditimbulkan oleh pikiran manusia. 

Ketika seseorang mengenakan cincin dengan batu akik dengan warna tertentu kemudian mendapatkan kekayaan yang di luar dari kebiasaannya, ia akan berpandangan bahwa batu akik yang dikenakannya itu memiliki mana. Perilaku keagamaan memiliki bentuk yang beragam. Jika dilihat melalui ritual, dapat dilihat berikut ini.

Ritual adalah sarana yang digunakan untuk melakukan hubungan antara manusia dengan kekuatan supranatural. Selain itu, juga digunakan sebagai penghubung antara manusia dengan kekuatan supranatural, digunakan pula untuk memperingati peristiwa penting dan kejadian kematian.

Antropologi membagi ritual menjadi beberapa hal, yaitu upacara peralihan (rites of passage) dan upacara intensifikasi (rites of intensification). Dikutip dari Havilland, upacara peralihan (rites of passage) adalah upacara keagamaan yang berkaitan dengan tahap-tahap yang penting dalam kehidupan manusia, seperti kelahiran, perkawinan, dan kematian. Upacara intensifikasi (rites of intensification) adalah upacara keagamaan yang diadakan pada waktu kelompok menghadapi krisis real atau potensial.

Salah satu contoh upacara peralihan yang paling serig kita jumpai adalah aqiqa yang biasa dilaksanakan oleh umat Islam. Upacara aqiqa dilaksanakan pada hari ketujuh dar kelahiran seorang anak, ditandai dengan penyembelihan kambing. Untuk anak anak laki-laki, kambing yang disembelih berjumlah dua ekor sedangkan untuk perempuan hanya seekor. Tujuan pelaksanaan upacara ini adalah untuk menebus anak. 

Menurut keyakinan mereka, seorang anak sebelum diaqiqahi masih tergadai. Rangkaian upacara ini meliputi pencukuran rambut anak, pemberian nama yang baik, dan penyebelihan ternak kurban. Sebagian daging ternak yang telah disembelih itu kemudian dibagikan kepada masyarakat sekitar, sebagian yang lain untuk pesta. Maknanya, anak diantar untuk menjadi seorang makhluk sosial dan mempunyai akhlak yang baik.

Upacara pada tahap berikutnya adalah sunatan. Sunat adalah tanda anak laki-laki memasuki akil balig, biasanya dilakukan pada anak usia 8-14 tahun. Saat melaksanakan upacara ini, biasanya orang tua mengadakan pesta dengan mengundang sanak saudara dan tetangga. Setelah menginjak dewasa, sampailah anak pada jenjang perkawinan.

Berdasarkan hukum Islam, perkawinan terjadi antara seorang jejaka dan gadis dengan wali mewakili gadis. Sebuah upacara bisa dilaksanakan apabila ada izin dari wali, selanjutnya ia harus memberikannya dan menerima ikatan perkawinan yang mempersatukan kedua mempelai. Ikatan itu biasa disebut mahar (berupa emas, benda berharga atau Al Quran). Mempelai kemudian mengikuti prosesi di depan tamu undangan. Di beberapa suku bangsa, kedua anggota keluarga yang yang telah terikat dalam satu ikatan kekeluargaan itu saling memberikan petuah kepada kedua mempelai.

Saat ada salah satu anggota keluarga yang meninggal, maka ada banyak kewajiban yang biasa dilakukan oleh sanak keluarga yang ditinggal. Misalnya dengan memandikan, mengubur, hingga berdoa untuk keluarga yang meninggal. Upacara kematian yang diadakan oleh sanak keluarga biasanya berisi talqin dan tahlil.

Info :

Upacara Penguburan Suku Dayak

Masyarakat Dayak mempunyai kepercayaan bahwa ketika orang meninggal akan membuat masalah bagi yang hidup jika jiwanya tidak pergi ke dunia kematian. Oleh karena itu, mereka menyelenggarakan serangkaian upacara. Upacara kematian pada suku Dayak terbagi menjadi dua:

a. Pemakaman dengan sekali upacara

Upacara ini dilaksanakan oleh masyarakat Modang, Kayan, dan Iban. Upacara ini mirip dengan yang dilakukan oleh suku bangsa-suku bangsa yang lain.

b. Pemakaman dengan dua kali upacara

Upacara ini dilaksanakan oleh masyarakat Ngaju dan Ot Danum. Mayat disimpan sebentar setelah kematian, kemudian kerangkanya digali dan dipindahkan ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Kerangkanya dimasukkan ke dalam keranda, guci, atau dibungkus dengan tikar dan dikubur, diabukan atau disimpan dalam kubur besar.

Upacara dibagi menjadi tiga tahap, yaitu separasi, transisi, dan inkorporasi. Dikutip dari Havilland, separasi adalah dalam upacara peralihan, upacara untuk memisahkan seseorang dari masyarakatnya. Transisi adalah dalam upacara peralihan, isolasi seseorang setelah mengalami separasi dan sebelun inkorporasi. Inkorporasi adalah dalam upacara peralihan, penyatuan kembali seseorang ke dalam masyarakat menurut statusnya yang baru.

Berkaitan dengan upacara peralihan, manusia dianggap melalui beberapa tahap kehidupan. Tahap kehidupan tersebut adalah kelahiran, pubertas, perkawinan, menjadi orang tua, naik ke tingkat yang lebih tinggi, spesialisasi pekerjaan, dan kematian. Sementara itu, berkaitan dengan upacara intensifikasi, manusia banyak mengalami suatu krisis. Krisis air hujan, serangan hama, muncul serangan binatang berbahaya, muncul serangan musuh, kematian, dan lain-lain. Untuk menghalau krisis-krisis tersebut, manusia mengadakan upacara.

Di dalam mencari ketenangan hidup, manusia menggunakan bermacam hal yang berkaitan dengan supranatural. Hal tersebut di antaranya adalah agama, magi, dan sihir.

E. Perilaku Religi yang Baik

Koentjaraningrat menjelaskan bahwa manusia memiliki kepribadian yang beragam. Dikutip dari Koentjaraningrat, kepribadian adalah ciri-ciri watak seseorang individu yang konsisten yang memberikan kepadanya suatu identitas sebagai individu yang khusus. Hal ini menjelaskan bahwa setiap manusia akan memiliki karakter yang khas dan jelas berbeda antara manusia satu dengan manusia yang lain. Karakter tersebut akan tercermin seumur hidup dan tidak dapat dikamuflase dengan segala hal untuk menutupinya.

Berkaitan dengan kepribadian tersebut, hak memiliki agama juga berdasarkan atas kepentingan pribadi yang sangat bergantung dengan kepribadian masing-masing orang. Agama tidak dapat dipaksakan untuk dimiliki oleh seseorang. Pada awalnya, ketika masih kecil, manusia hanya mengikuti arus kehidupan yang ada di sekelilingnya. Namun, ketika manusia telah sampai pada saat dia mampu menentukan jalan hidup dan mengambil keputusan untuk pilihanpilihan hidupnya, agama tidak dapat lagi dipaksakan untuk ditempelkan ke dalam hidup seseorang.

Pada saat manusia telah mampu menentukan jalan hidup dengan memilih segala sesuatu sesuai dengan kepribadiannya tersebut, manusia memilih agama sesuai dengan kehendaknya. Pada saat itu pula interpretasi manusia terhadap agama yang dipilihnya akan berjalan sesuai dengan kepribadiannya melakukan persepsi.

Sebagaimana yang disampaikan Koentjaraningrat, persepsi adalah suatu istilah psikologi yang dipakai untuk mendeskripsikan suatu pemikiran pada alam sadar (concious) melalui akal manusia guna menyusun dan memproyeksikan suatu lingkungan yang ditangkap oleh alam pikirnya tersebut.

Persepsi manusia terhadap agama yang dianutnya masing-masing individu akan berbeda. Perbedaan tersebut bergantung pada kemampuan manusia memproyeksikan makna agama bagi dirinya. Manusia yang mampu memproyeksikan agama di dalam kehidupannya dengan baik dan tepat, akan dapat menjalani kehidupan dengan baik pula.

Manusia yang memiliki persepsi tepat dan seirama terhadap ajaran agama yang dianutnya, maka ketika menjalani kehidupan pun akan seirama dengan ajaran tersebut. Ajaran agama yang tersebar di seluruh permukaan bumi ini beragam adanya. Namun demikian, manusia memiliki agama bukan berarti mampu pula menjalani kehidupan sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. Hal ini tergantung pada persepsinya terhadap agama.

Manusia yang memiliki persepsi tepat terhadap suatu agama, ia akan dengan tepat pula menjalankan ritual keagamaannya. Namun, sebaliknya, jika manusia tidak dapat menempatkan persepsinya pada proporsi yang tepat, maka ia akan menyimpang. Persepsi yang menyimpang itu, terkadang dianggap tidak menyimpang oleh manusia yang bersangkutan.

Persepsinya dianggap benar, padahal sesungguhnya tidak sesuai dengan yang maksudkan di dalam agama yang dianutnya. Sir James George Frazer mengatakan bahwa agama dilihatnya sebagai sesuatu yang dipakai untuk mengambil hati atau menenangkan kekuatan yang melebihi kekuatan manusia yang mampu mengendalikan kehidupan manusia. Perilaku yang baik ada dalam ajaran agama. Tinggal manusia memberi persepsi yang sebaik-baiknya.

F. Perilaku Religi yang Merugikan

Manusia di dalam menjalankan kehidupannya, terkadang tidak sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. Untuk membuat tenang hatinya, ada pula jalan yang diambil tidak baik.

Perilaku tidak baik dapat ditemukan pada kelompok orang yang bekerja dengan magi.

Dikutip dari Havilland, magi adalah suatu usaha yang digunakan untuk memanipulasi hukum-hukum alam tertentu Frazer mengatakan bahwa ada dua magi yang penting.

a. Magi simpatetis

Dikutip dari Havilland, Frazer mengatakan bahwa Magi Simpatetis adalah magi berdasarkan prinsip bahwa persamaan menimbulkan persamaan. Contoh magi simpatetis adalah sebagai berikut. Seorang pemuda akan pergi ke tukang sihir untuk memesan boneka yang dibuat mirip dengan pemudi yang menolak cintanya itu. Jika boneka tersebut dimasukkan ke dalam air dan diguna-gunai, maka pemudi tersebut dapat menjadi gila. Pemudi tersebut mengalami nasib yang sama dengan boneka tiruannya tersebut. Itu yang dimaksud dengan Magi Simpatetis.

b. Magi senggol (contagious magis)

Magi Senggol (contagious magis) adalah magi yang berdasarkan pada prinsip bahwa barang yang pernah bersentuhan dapat saling memengaruhi setelah terpisah.

Info :

Dari pengalaman ”menggelitik tradisi” yang dilakukan Toto Amsar bersama Studio Tari STSI Bandung dalam koridor ”preservasi” tidak berarti kritik terhadap tradisi/mengkritisi tradisi menjadi mutlak tidak perlu dilakukan. Dengan kata lain, biarlah persoalan kritik/mengkritisi tradisi secara langsung dilakukan oleh masyarakat penyangganya. Sebagaimana yang terjadi pada upacara desa “Ngarot” di Lelea Indramayu. Masyarakat Lelea menolak dengan keras dihadirkannya dalang topeng perempuan, semata-mata bukan karena tidak biasa. Namun, ada atmosfer imaji dalam ritus kepercayaan masyarakat Lelea yang hilang, yaitu nilai ritus magi simpatetis (upacara kesuburan) yang tercermin dalam hubungan di antara dalang topeng (laki-laki) dengan para kasinoman (remaja putri), dan para kasinoman remaja putra dengan ronggeng (perempuan) dalam ronggeng ketuk. Di sini, tradisi memberi nilai/ajaran tentang alam sepasang, bumilangit, siang-malam, dan lanang-wadhon yang masih tetap dipertahankan dalam keseimbangannya oleh masyarakat desa Lelea, Indramayu. (Sumber: www.pikiran-rakyat.com/cetak)

Contoh Magi Senggol (contagious magis) adalah sebagai berikut. Rambut, gigi, dan kuku jika jatuh ke tangan musuh akan dapat mudah diguna-guna karena rambut, gigi, dan kuku adalah bagian di tubuh yang sering bersenggolan dengan badannya. Beberapa hal tersebut adalah sebagian contoh perilaku yang merugikan. Perilaku religi lain yang merugikan adalah sihir dan santet. Dikutip dari Havilland, sihir adalah pada sementara suku kemampuan bawaan yang tidak disadari untuk berbuat jahat, namun berbeda dengan santet, mengadakan pertemuan pada malam hari, menjalankan kanibalisme, dan membunuh orang dari jarak jauh dengan tujuan untuk menyalurkan kegelisahan, ketegangan, dan frustrasi, serta perebutan kekuasaan politik.

Sementara itu, santet (sorcery) adalah perbuatan sengaja diadakan oleh manusia untuk berbuat jahat dengan tujuan khusus dengan cara menenung korbannya dengan menggunakan kuku, rambut, atau pakaian bekas, memasukkan gigi mayat ke dalam tubuh korban. Sihir dan santet dapat diketahui melalui nujum (divination). Nujum (divination) adalah prosedur magi yang dapat menentukan sebab sesuatu peristiwa khusus, seperti penyakit atau meramalkan sesuatu yang akan terjadi.

Info :

Dicky Zaenal Arifin, guru utama “Hikmatul Iman” yang telah mengakrabi alam gaib sejak kecil menyataan kejadian tersebut bisa saja terjadi. Perbuatan magis seperti santet, teluh, sihir, dan guna-guna adalah realitas sosial secara empiris yang keberadaannya diakui oleh sebagian masyarakat.

Bahkan, di banyak negara seperti di Benua Afrika dikenal dengan “The Spirit of African” . Di Haiti dikenal dengan “Voodoo”. Ada pandangan perbuatan seperti itu merupakan perbuatan yang menakutkan dan jahat. Oleh karena itu, sekaligus dapat digunakan untuk mencari keuntungan oleh anggota masyarakat untuk menangkal perbuatan magis itu dan atau untuk melakukan perbuatan magis tersebut terhadap masyarakat yang percaya terhadap adanya kekuatan magis.
. . .

Pada dasarnya ilmu santet adalah ilmu yang mempelajari bagaimana memasukkan benda atau sesuatu ke tubuh orang lain dengan tujuan menyakiti. Benda ini bisa saja misalnya sebuah paku atau seekor binatang berbisa yang dikirim secara gaib untuk dimasukkan ke tubuh seseorang dengan tujuan menyakiti orang tersebut.

Walaupun proses santet yang gaib ini sulit dimengerti secara ilmu pengetahuan, tapi secara logis santet dapat dimengerti sebagai proses dematerialisasi. Pada saat santet akan dikirim, benda-benda seperti paku, jarum, beling, ataupun binatang berbisa ini diubah dari materi menjadi energi. Kemudian dalam bentuk energi, benda ini dikirim menuju sasaran. Setelah tepat mengenai sasaran, energi ini diubah kembali menjadi materi. Sehingga apa-apa yang tadi dikirim, misalnya beling dan binatang berbisa akan masuk ke tubuh seseorang yang merupakan sasaran santet.

Selanjutnya secara otomatis benda-benda yang tadi dimasukkan melalui santet ini akan menimbulkan kesakitan pada tubuh orang yang disantet. Ada dua jenis santet menilik jenis kekuatan yang dijadikan sumber kekuatannya. Pertama, adalah santet yang dalam prosesnya memanfaatkan kekuatan makhluk gaib seperti jin, setan, dan makhluk gaib lainnya. Dalam pelaksanaannya, pelaku santet akan bekerja sama dengan makhluk gaib sebagai media pengiriman santet.

Untuk mengajak si makhluk gaib untuk dijadikan ”kurir” ini tentu saja pelaku santet harus memberikan imbalan sesuai yang diminta sang kurir. Imbalan bisa berupa sesaji khusus yang diperuntukkan makhluk gaib sebagai makanan untuknya. (Sumber: www.pikiran-rakyat.com/cetak)

G. Agama dan Religi pada Suku Bangsa di Indonesia

Indonesia memiliki keranekaragaman suku bangsa yang tiada bandingannya di dunia. Masing-masing suku bangsa memiliki ragam budaya dan upacara yang telah mengakar dalam masyarakat yang bersangkutan sejak ribuan tahun yang silam. Dari serangkaian penemuan prasejarah yang ada di berbagai tempat, kita bisa membuktikan bahwa manusia prasejarah pun telah mengenal beragam bentuk religi atau upacara keagamaan. Di berbagai daerah ditemukan benda-benda prasejarah dari zaman megalitikum yang bisa menunjukkan kepada kita bagaimana upacara tersebut dilaksanakan.

Dalam perkembangannya, pelaksanaan upacara dan religi tersebut masih dilanjutkan oleh berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia. Serangkaian ritual dan upacara dilaksanakan dalam berbagai tahap kehidupan manusia, mulai dari kelahiran hingga kematian. Menurut kepercayaan primitif, mereka percaya adanya roh nenek moyang. Oleh karena itu, mereka mengadakan serangkaian upacara tertentu dengan sesaji dan menaati peraturan atau norma yang berkaitan dengan upacara tersebut. Seperti halnya yang dilakukan oleh suku bangsa Dayak, mereka mengenal adanya hatallah atau mahatara yaitu pembentuk dunia manusia dan manusia. Dengan melakukan aktivitas tersebut, kita bisa menyimpulkan bahwa suku bangsa primitif pun telah memiliki agama dan kepercayaan.

Apa saja macam kepercayaan yang ada di Indonesia? Untuk lebih jelasnya, bisa kamu baca pada deskripsi berikut ini.

Manusia primitif sering melihat kejadian yang luar biasa, sehingga menganggapnya mempunyai kekuatan gaib. Karena memiliki kekuatan gaib, maka peristiwa itu bisa memengaruhi manusia dan alam sekitarnya. Dalam istilah etnologi, kekuatan tersebut disebut dengan mana (berasal dari bahasa Sanskerta). Dalam bahasa Jawa, kekuatan gaib yang dimiliki manusia biasa disebut dengan kasekten (berasal dari Sanskerta cakti yang berarti kekuatan). Suku bangsa Mentawai mengenal kere, yaitu manusia yang memiliki mana. Setiap manusia dianggap memiliki mana, hanya saja tingkatannya bermacam-macam. Yang dianggap memiliki mana lebih adalah para dukun dan pemimpin adat.

Dalam perkembangannya, kepercayaan itu juga dianut oleh orang-orang pada masa berikutnya. Orang tidak berani menyebutkan nama rajanya karena merupakan larangan. Kalau menyebut nama raja, mereka yakin akan mengalami musibah atau malapetaka. Oleh karena itu, mereka menyebut raja dengan ”Sri Paduka” atau kalau dalam masyarakat Jawa raja disebut dengan ”Sampeyan Dalem”. Menyebut nama raja merupakan larangan atau tabu (tabu berasal dari bahasa Polinesia, sedangkan dalam bahasa Sunda disebut pamali, dalam bahasa Badui disebut buyut atau pantangan dalam bahasa Indonesia).

Salah satu bentuk dinamisme yang biasa dijalankan oleh masyarakat primitif adalah magi, yaitu menjalankan aktivitas dengan menggunakan kekuatan alam atau benda yang ber-mana. Ada beberapa bentuk magi, antara lain sebagai berikut. Pertama, magi imitatif. Magi jenis ini berdasarkan perbuatan tiruan. Fenomena alam diyakini bisa dipengaruhi dengan perbuatan-perbuatan yang menyerupai keadaan yang sebenarnya. Misalnya, untuk bisa mendatangkan hujan, maka orang akan membuat asap supaya membentuk mega. Atau agar bisa membunuh musuhnya, manusia membuat orang-orangan kemudian ditusuk atau dipukul. Kedua, magi analogi. Magi ini mempengaruhi alam dengan perbuatan yang bisa menyebabkan suasana atau keadaan yang sebenarnya. Misalnya untuk memudahkan atau mempercepat kelahiran pada ibu yang sudah hamil tua, maka semua benda yang terbuka atau terikat harus dibuka.

Ketiga, magi bahasa. Magi ini menggunakan bahasa untuk bisa mempengaruhi keadaan. Misalnya, untuk mempercepat perkawinan, di tanah Melayu diadakan upacara berpantun. Komunikasi antara kedua belah pihak dianggap bisa menyebabkan menyebabkan munculnya kekuatan gaib. Pantun yang dibacakan biasanya berisikan pantun asmara atau petuah-petual orang tua.

Animisme berasal dari kata anima yang berarti nafas atau nyawa. Menurut E.B. Tylor, animisme adalah bentuk agama yang tertua. Ada beberapa macam kepercayaan pada bangsa primitif di Indonesia. Misalnya kepercayaan terhadap kekuatan yang dimiliki manusia baik yang telah meninggal atau yang masih hidup dan kepercayaan terhadap segala benda yang ada di sekitarnya.

a. Ruwatan pada Masyarakat Jawa

Ruwatan adalah upacara pengusiran roh yang berlaku pada suku bangsa Jawa. Tujuannya untuk membebaskan korban atau calon korban agar tidak dimangsa Batara Kala. Pelaksanaan ritual ini didasarkan pada lakon wayang Murwakala, sebuah naskah lama yang diambil dari kitab Tantu Panggelaran pada akhir abad XV. Orang atau anak yang diancam Batara Kala memiliki ciri-ciri tertentu. Biasanya anak yang menempati posisi khusus dalam sebuah keluarga. Misalnya, anak tunggal, anak kandung lima sampai enam bersaudara atau yang dikenal dengan sendang kapit pancuran (anak perempuan di antara dua anak laki-laki dalam satu keluarga), pancuran kapit sendang (anak laki-laki di antara dua anak perempuan), dan lain-lain. Anak-anak itu dalam budaya Jawa dikenal sebagai anak sukerta.

Upacara pengusiran roh jahat bisa dilakukan dengan menggelar wayang kulit dengan tema Murwakala. Untuk melaksanakan upacara Murwakala, diperlukan persiapan yang matang agar terhindar dari segala pengganggu. Religi itu merupakan sesuatu yang suci, sehingga diperlukan sesajen untuk disajikan kepada para dewa dan danyang penunggu tempattempat tertentu.

Tokoh wayang yang akan digunakan dihias secara khusus dengan dilengkapi air suci dan kemenyan. Tokoh wayang yang dipilih biasanya putera dan puteri Arjuna atau Bima, misalnya Wisanggeni. Selama pergelaran wayang Murwakala, batas antara dunia mistis dengan dunia nyata terhapus. Keluarga yang memiliki anak sukerto juga ikut menyatu dalam mitos.

b. Owasa pada Masyarakat Nias

Owasa adalah perayaan keselamatan yang dilaksanakan oleh bangsawan Nias. Status bangsawan Nias biasanya ditentukan oleh emas permata yang dimilikinya. Untuk menahbiskan kedudukannya, bangsawan harus mengumpulkan babi dan menyembelihnya. Setelah menyelenggarakan upacara owasa, bangsawan akan memperoleh gelar baru dengan hak-hak istimewa. Gelar itu dalam masyarakat Nias disebut si’ulu.

Dalam perayaan itu, setiap orang akan saling mengalahkan dalam hal menyediakan hewan babi. Semakin banyak babi yang ia sediakan, semakin tinggi pula kedudukan dan martabat yang akan ia peroleh. Selanjutnya, daging babi yang telah disembelih itu dibagikan kepada masyarakat sesuai dengan tingkat dan golongannya. Semakin banyak yang ia bagikan semakin terhormat pula ia di mata masyarakat.

c. Puliaijat pada Masyarakat Siberut

Masyarakat Siberut memiliki kepercayaan bahwa setiap benda, baik berbentuk manusia, hewan, tumbuhan atau benda lainnya, mempunyai jiwa (dalam bahasa setempat disebut dengan simarege). Mereka percaya bahwa benda-benda itu memiliki kegunaan sendiri-sendiri dan harus digunakan sesuai dengan fungsinya. Oleh karena itu, segala ketentuan yang berkaitan dengan benda tersebut harus dipatuhi. Apabila manusia melanggar ketentuan tersebut, kekuatan gaib yang ada pada benda tersebut (dalam bahasa setempat disebut bajou) akan bangkit. Kekuatan yang bangkit inilah yang akan menyebabkan penderitaan (sakit, mati, dan lain-lain) pada manusia.

Oleh karena itu, mereka menyelenggarakan upacara yang berfungsi memanggil semua kekuatan yang baik dan mengusir segala kekuatan yang jahat. Untuk bisa melakukan upacara ini, masyarakat perlu bantuan para dukun. Upacara ini dalam kebudayaan setempat dikenal dengan puliaijat. Saat pelaksanaan upacara ini, masyarakat Siberut menghentikan seluruh aktivitas kehidupannya. Mereka mempersiapkan sebuah jamuan untuk diri dan jiwa mereka. Mereka mengundang roh leluhur sebagai tamu, meminta perlindungannya, dan menikmati pesat bersama.

Perayaan puliaijat dalam masyarakat Siberut terbagi menjadi beberapa tahap. Antara lain sebagai berikut.
  1. Daging babi dibagi-bagikan pada suatu pesta besar keagamaan oleh para penghuni uma (rumah).
  2. Pemimpin upacara memukulkan pelepah daun aren pada awal upacara, sebagai tanda kesatuan uma.
  3. Seluruh peserta upacara berhias dengan menggunakan janur.
  4. Para dukun mengusir kekuatan jahat dari dalam uma.
  5. Para dukun mengundang arwah leluhur untuk bergabung dengan yang masih hidup.
Pada akhir upacara, mereka meminta berkah kepada para roh leluhur agar diberi kemudahan dalam berburu di tengah hutan. Karena mereka yakin bahwa keberhasilannya dalam berburu sangat ditentukan oleh kemurahan para roh tersebut.

Info :

Religi Bercocok Tanam Orang Bukit

Orang Bukit adalah masyarakat yang tinggal di kawasan hutan lindung Pegunungan Meratus, Kalimantan Selatan. Mereka tinggal secara tradisional dalam kampung dan anak kampung yang saling berjauhan. Orang Bukit meyakini bahwa kampung mereka (banua) dijaga oleh Siasia Banua, yakni roh nenek moyang yang pertama kali mendirikan kampung tersebut. Diyakini pula bahwa roh inilah yang memelihara air, tanah, kebun, dan hutan.

Agama tradisional Orang Bukit disebut agama Balian atau Kaharingan. Menurut Orang Bukit, sistem bercocok tanam (perladangan berpindah dan menanam padi) bagi Orang Bukit lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan pekerjaan lainnya. Berladang menanam padi (bahuma) diyakini sebagai pekerjaan Orang Langit, sebaliknya pekerjaan lain tersebut sebagai pekerjaan Orang Bumi.

Kedudukan perladangan berpindah bagi Orang Bukit sangat tinggi. Oleh karena itu, mereka mengenal religi bercocok tanam. Adapun tahap dalam religi atau upacara-upacara perladangan Orang Bukit antara lain sebagai berikut.

a. Mencari ladang

Apabila ingin mencari ladang, Orang Bukit harus melapor dulu pada kepala padang. Apabila sudah ditemukan, dilakukan upacara puja puji bagi arwah nenek moyang (Pidara Datu Nini), penguasa hutan, atau roh yang ada pada calon ladang yang dipimpin oleh balian atau dukun.

b. Memuja Tampa

Saat membuat atau mempertajam kembali peralatan pertanian utama, yaitu parang dan belayung, si pandai besi mengucapkan puja-puja bagi Pidara Datu Nini.

c. Batilah

Batilah dilaksanakan di lahan baru maupun bekas ladang, agar tidak membawa mudarat bagi umbun yang bersangkutan.

d. Katuan atau Merendahkan Balai Diyang Sanyawa

Katuan dilaksanakan untuk memuja roh (Diyang Sanyawa) yang menguasai kawasan itu. Biasanya dilaksanakan di bawah pohon terbesar atau tertinggi yang dianggap tempat tinggalnya (dinamakan Balai Diyang Sanyawa). Upacara ini menandai berakhirnya persiapan ladang.

e. Bamula

Inilah saat penanaman padi setelah daun-daun dan ranting sudah dibakar habis dan sudah dibersihkan. Penanaman padi bagi Orang Bukit juga digambarkan sebagai ”mengantar diyang berlayar” atau ”mengantar diyang mencari jodoh”. Usai upacara, dilanjutkan dengan penanaman padi ke seluruh ladang.

f. Basambu Umang

Upacara ini dimaksudkan untuk merawat padi, agar padi tumbuh subur, baik, dan berisi.

g. Manyindat Padi

Upacara mengikat rumpun dan tangkai padi sebagai tanda awal menuai padi. Upacara ini bermakna persiapan menjemput diyang.

h. Manatapakan Tihang Babuah

Karena padi semakin berat berisi perlu dijaga agar tidak roboh, sehingga perlu melaksanakan upacara. Dalam rangka upacara ini terdapat 5-7 hari masa berpantang. Biasanya masa ini diisi dengan membuat bakul pengangkut padi dan memperbaiki atau membuat lumbung.

i. Bawanang

Upacara ini dilaksanakan untuk mendapatkan kawanangan (kebebasan dari pantangan atau pemali) padi yang baru dituai. Hanya padi yang sudah wanang yang boleh ditumbuk menjadi beras, ditanak atau ditukar dengan benda keperluan hidup lainnya.

j. Mamisit Padi

Mamisit Padi meliputi memasukkan ke dalam lumbung. Orang Bukit menyebutnya dengan ungkapan ”menaikkan diyang ke dalam balai peristirahatan”.

Itulah beberapa contoh perilaku keagamaan yang ada di berbagai suku bangsa di Indonesia. Perilaku keagamaan di atas masih banyak diwarnai oleh peninggalan budaya Austronesia. Kamu tentu bisa menunjukkan perilaku yang lain. Kamu bisa mencari perilaku keagamaan yang dijalankan para pemeluk agama yang ada di sekitar tempat tinggalmu.

Glosarium :

Agama adalah ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia serta lingkungannya.

Animisme adalah kepercayaan kepada roh yang mendiami semua benda (pohon, batu, sungai, gunung, dan sebagainya).

Profan adalah tidak bersangkutan dengan agama atau tujuan keagamaan; lawan sakral.

Religi adalah kepercayaan kepada Tuhan; kepercayaan akan adanya kekuatan adikodrati di atas manusia; kepercayaan (animisme, dinamisme).

Sangga adalah majelis biksu Buddha yang keanggotaannya dapat dari segala kasta; merupakan tiga pokok keimanan dalam agama Buddha.

Sihir adalah perbuatan yang ajaib yang dilakukan dengan pesona dan kekuatan gaib.

Anda sekarang sudah mengetahui Agama dan Kepercayaan. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.

Referensi :

Dyastriningrum. 2009. Antropologi : Kelas XII : Untuk SMA dan MA Program Bahasa. Pusat Perbukuan Departemen Nasional, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. p. 90.

Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta, Jakarta.

Supriyanto. 2009. Antropologi Kontekstual : Untuk SMA dan MA Program Bahasa Kelas XII. Pusat Perbukuan Departemen Nasional, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. p. 240.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label