Entri Populer

Rabu, 30 Januari 2013

Elektrodinamika : Arus, Hambatan, Energi, Daya dan Rangkaian Listrik, Hukum Ohm

Artikel dan Makalah tentang Elektrodinamika : Arus, Hambatan, Energi, Daya dan Rangkaian Listrik, Hukum Ohm - Pada bab ini, Anda akan diajak untuk dapat menerapkan konsep kelistrikan dalam berbagai penyelesaian masalah dan berbagai produk teknologi dengan cara memformulasikan besaran-besaran listrik rangkaian tertutup sederhana (satu loop), mengidentifikasikan penerapan listrik AC dan DC dalam kehidupan sehari-hari, dan menggunakan alat ukur listrik. Pernahkah Anda membayangkan hidup tanpa energi listrik? Hampir semua orang, terutama yang tinggal di perkotaan, energi listrik merupakan kebutuhan pokok. Lampu, pompa air, setrika, televisi, radio, komputer, kulkas, dan kompor listrik, merupakan beberapa contoh peralatan yang memerlukan energi listrik. Demikian pula dengan sepeda motor, mobil, termasuk juga mobil mainan, hingga pesawat terbang yang canggih, juga menggunakan energi listrik. Lalu, pernahkah Anda bertanya, apakah energi listrik itu? Mengapa lampu, komputer, televisi, dan peralatan lainnya dapat bekerja menggunakan energi listrik? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Anda perlu mempelajari lebih mendalam tentang elektrodinamika, yakni ilmu yang mempelajari muatan listrik bergerak (arus listrik).

A. Arus Listrik

1. Pengertian Arus Listrik

Di SMP, Anda pernah mempelajari konsep muatan listrik. Masih ingatkah mengapa sebuah benda dapat bermuatan listrik? Dalam tinjauan mikroskopik, sebuah benda dikatakan bermuatan listrik jika benda tersebut kelebihan atau kekurangan elektron. Oleh karena elektron bermuatan negatif, benda yang kelebihan elektron akan bermuatan negatif, sedangkan benda yang kekurangan elektron akan bermuatan positif. Gambar 1. memperlihatkan dua buah bola bermuatan listrik. Bola A memiliki jumlah muatan positif lebih banyak daripada bola B. Ketika bola A dan bola B dihubungkan dengan sebuah paku (konduktor), sebagian muatan positif dari bola A akan mengalir melalui paku menuju bola B sehingga dicapai keadaan setimbang, yakni muatan listrik bola A dan B menjadi sama. Bola A dikatakan memiliki potensial listrik lebih tinggi daripada bola B. Perbedaan potensial listrik inilah yang mendorong muatan positif mengalir dari potensial tinggi ke potensial rendah. Aliran muatan listrik positif ini disebut arus listrik.
Aliran muatan positif dari bola A (potensial tinggi) ke bola B (potensial rendah).
Gambar 1. Aliran muatan positif dari bola A (potensial tinggi) ke bola B (potensial rendah).
Arus listrik mengalir secara spontan dari potensial tinggi ke potensial rendah melalui konduktor, tetapi tidak dalam arah sebaliknya. Aliran muatan ini dapat dianalogikan dengan aliran air dari tempat (potensial gravitasi) tinggi ke tempat (potensial gravitasi) rendah. Bagaimanakah agar air mengalir terus-menerus dan membentuk siklus, sementara air tidak dapat mengalir secara spontan dari tempat rendah ke tempat tinggi? Satu-satunya cara adalah menggunakan pompa untuk menyedot dan mengalirkan air dari tempat rendah ke tempat tinggi. 

Demikian pula dengan arus listrik. Arus listrik dapat mengalir dari potensial rendah ke potensial tinggi menggunakan sumber energi, misalnya pompa pada air. Sumber energi ini, di antaranya adalah baterai. Analogi arus listrik dengan aliran air yang terus-menerus diperlihatkan pada Gambar 2.
Arus listrik dapat dianalogikan seperti aliran air.
Gambar 2. Arus listrik dapat dianalogikan seperti aliran air.
Sejauh ini Anda telah mempelajari bahwa arus listrik adalah aliran muatan positif. Pada kenyataannya, pada konduktor padat, aliran muatan yang terjadi adalah aliran elektron (muatan negatif), sementara muatan positif (inti atom) tidak bergerak. Aliran elektron ini berlawanan dengan aliran muatan positif, yakni dari potensial rendah ke potensial tinggi. Oleh karena arus listrik telah didefinisikan sebagai aliran muatan positif, arah arus listrik pada konduktor padat adalah kebalikan dari aliran elektron, seperti diilustrasikan pada Gambar 3.
Arah arus listrik pada konduktor padat berlawanan dengan arah aliran elektron.
Gambar 3. Arah arus listrik pada konduktor padat berlawanan dengan arah aliran elektron.
2. Kuat Arus Listrik

Ketika sebuah bola lampu dihubungkan pada terminal-terminal baterai dengan menggunakan konduktor (kabel), muatan listrik akan mengalir melalui kabel dan lampu sehingga lampu akan menyala. Banyaknya muatan yang mengalir melalui penampang konduktor tiap satuan waktu disebut kuat arus listrik atau disebut dengan arus listrik. Secara matematis, kuat arus listrik ditulis sebagai :

                      (1-1)


dengan:
I = kuat arus listrik (ampere; A),
Q = muatan listrik (coulomb; C), dan
t = waktu (sekon; s).

Satuan kuat arus listrik dinyatakan dalam ampere, disingkat A. Satu ampere didefinisikan sebagai muatan listrik sebesar satu coulomb yang melewati penampang konduktor dalam satu sekon (1 A = 1 C/s). Oleh karena yang mengalir pada konduktor padat adalah elektron, banyaknya muatan yang mengalir pada konduktor besarnya sama dengan kelipatan besar muatan sebuah elektron, qe = e = 1,6 × 10-19 C. Jika pada konduktor tersebut mengalir n buah elektron, total muatan yang mengalir adalah :

                       (1-2)


Contoh Soal 1 :

Muatan listrik sebesar 20 C mengalir pada penampang konduktor selama 5 sekon.

a. Berapakah kuat arus listrik yang melalui konduktor tersebut?
b. Berapakah jumlah elektron yang mengalir pada penampang konduktor tiap sekon, jika diketahui e = 1,6 × 10-19 C?

Kunci Jawaban :

Diketahui: Q = 20 C, t = 5 sekon, dan e = 1,6 × 10-19 C. Maka,

a. kuat arus yang mengalir,



b. jumlah elektron yang mengalir pada penampang konduktor tiap sekon,




B. Hukum Ohm dan Hambatan Listrik

1. Hukum Ohm

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa arus listrik mengalir dari potensial tinggi ke potensial rendah. Dengan kata lain, arus listrik mengalir karena adanya beda potensial. Hubungan antara beda potensial dan arus listrik kali pertama diselidiki oleh George Simon Ohm (1787–1854). Beda potensial listrik disebut juga tegangan listrik.


Untuk memahami hubungan antara potensial listrik dan arus listrik yang dihasilkan, lakukanlah penelitian berikut.

Percobaan Fisika Sederhana 1 :

Memahami Hubungan Antara Potensial Listrik dan Arus Listrik

Alat dan Bahan
  1. baterai atau akumulator 6 V
  2. bola lampu
  3. amperemeter
  4. voltmeter
  5. potensiometer 50K , dan
  6. kabel-kabel penghubung
Prosedur :
Eksperimen untuk menentukan hubungan antara beda potensial listrik dan arus listrik.
Gambar 4. Eksperimen untuk menentukan hubungan antara beda potensial listrik dan arus listrik.
  1. Susunlah alat-alat di tersebut menjadi seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4.
  2. Pertama, atur potensiometer pada posisi hambatan terbesar, voltmeter dan amperemeter akan menunjukkan nilai tertentu yang relatif kecil.
  3. Selanjutnya, putar potensiometer perlahan-lahan, perhatikan apa yang terjadi pada voltmeter dan amperemeter.4. Lalu, putar kembali potensiometer ke arah semula, perhatikan pula apa yang terjadi pada voltmeter dan amperemeter.
  4. Apa yang dapat Anda simpulkan?
  5. Diskusikan hasil penelitian bersama teman Anda.
  6. Kumpulkan hasilnya pada guru Anda dan presentasikan di depan kelas.
Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa arus listrik sebanding dengan beda potensial. Semakin besar beda potensial listrik yang diberikan, semakin besar arus listrik yang dihasilkan. Demikian juga sebaliknya, semakin kecil beda potensial yang diberikan, semakin kecil arus listrik yang dihasilkan. Ohm mendefinisikan bahwa hasil perbandingan antara beda potensial/tegangan listrik dan arus listrik disebut hambatan listrik. Secara matematis ditulis sebagai berikut.
                             (1-3)

dengan : 

R = hambatan listrik (ohm;Ω ),
V = tegangan atau beda potensial listrik (volt; V), dan
I = kuat arus listrik (ampere; A).

sering juga ditulis dalam bentuk :

V = IR                                     (1-4)

dan dikenal sebagi hukum Ohm. Atas jasa-jasanya, nama ohm kemudian dijadikan sebagai satuan hambatan, disimbolkan Ω .

Tokoh Fisika :

George Simon Ohm
(1787–1854)
George Simon Ohm

Ahli Fisika Jerman, George Simon Ohm menemukan bahwa arus dalam konduktor selalu sama dengan tegangan antara ujungujungnya dibagi dengan angka pasti, yakni tahanannya. Satuan tahanan disebut ohm dan simbolnya Ω, yang diambil dari nama ahli Fisika tersebut. (Sumber: Jendela Iptek, 1997)

Contoh Soal 2 :

Sebuah bola lampu dengan hambatan dalam 20 Ω diberi tegangan listrik 6 V.

(a) Tentukan arus yang mengalir melalui lampu tersebut. 
(b) Jika tegangannya dijadikan 12 V, berapakah arus yang melalui lampu tersebut sekarang?

Kunci Jawaban :

Diketahui: R = 20 Ω.

a. ketika V = 6 V, arus pada lampu :

I = V/R = 6 V/20 Ω = 0,3 A

b. ketika V = 12 V, arus pada lampu :

I = V/R = 12 V/20 Ω = 0,6 A

Contoh ini menunjukkan bahwa, untuk hambatan tetap, ketika tegangan dijadikan dua kali semula (12 V = 2 kali 6 V), arus listrik yang mengalir menjadi dua kali semula (0,6 A = 2 kali 0,3 A).

2. Hambatan Listrik Konduktor

Pernahkah Anda memperhatikan laju kendaraan di jalan raya? Di jalan seperti apa sebuah mobil dapat melaju dengan cepat? Ada beberapa faktor yang memengaruhinya, di antaranya lebar jalan, jenis permukaan jalan, panjang jalan dan kondisi jalan. Jalan dengan kondisi sempit dan berbatu akan mengakibatkan laju mobil menjadi terhambat. Sebaliknya, jalan yang lebar dan beraspal mulus dapat mengakibatkan laju mobil mudah dipercepat. Demikian pula, panjang jalan akan memengaruhi seberapa cepat mobil dapat melaju. Ketika mobil dapat melaju dengan cepat, dapat dikatakan bahwa hambatan jalannya kecil dan sebaliknya, ketika laju mobil menjadi lambat karena faktor jalan, dapat dikatakan bahwa hambatan jalannya besar.
Konduktor yang memiliki panjang luas dan hambatan jenis
Gambar 5. Konduktor yang memiliki panjang luas dan hambatan jenis.
Kuat arus listrik dapat dianalogikan dengan laju mobil di atas. Kuat arus listrik akan kecil ketika melalui konduktor yang luas penampangnya kecil, hambatan jenisnya besar, dan panjang. Sebaliknya, kuat arus listrik akan besar ketika melewati konduktor yang luas penampangnya kecil, hambatan jenisnya besar, dan pendek. Ketika kuat arus listrik kecil, berarti hambatan konduktornya besar dan sebaliknya, ketika kuat arusnya besar, berarti hambatan konduktornya kecil. Bukti percobaan menunjukkan bahwa luas penampang, hambatan jenis, dan panjang konduktor merupakan faktor-faktor yang menentukan besar kecilnya hambatan konduktor itu sendiri. Secara matematis, hambatan listrik sebuah konduktor dapat ditulis sebagai berikut.

                          (1-5)

dengan :

R = hambatan listrik konduktor (Ω),
ρ = hambatan jenis konduktor (m),
l = panjang konduktor (m), dan
A = luas penampang konduktor (m2).

Jika penampang konduktor berupa lingkaran dengan jari-jari r atau diameter d, luas penampangnya memenuhi persamaan :

A =πr2 = ¼ πr2

sehingga Persamaan (1–5) dapat juga ditulis :
       (1-6)

Persamaan (1–5) atau (1–6) menunjukkan bahwa hambatan listrik konduktor sebanding dengan panjang konduktor dan berbanding terbalik dengan luas penampang atau kuadrat jari-jari (diameter) konduktor. Hal ini menunjukkan bahwa semakin panjang konduktornya, semakin besar hambatan listriknya. Di lain pihak, semakin besar luas penampangnya atau semakin besar jari-jari penampangnya, hambatan listrik konduktor semakin kecil.

Selain itu, Persamaan (1–5) atau (1–6) juga menunjukkan bahwa hambatan listrik konduktor bergantung pada hambatan jenis konduktor. Semakin besar hambatan jenis konduktor, semakin besar hambatannya. Konduktor yang paling baik adalah konduktor yang hambatan jenisnya paling kecil. Di lain pihak, bahan yang hambatan jenisnya paling besar merupakan isolator paling baik. Hambatan jenis konduktor bergantung pada suhunya. Semakin tinggi suhunya, semakin tinggi hambatan jenis konduktor dan semakin tinggi pula hambatan konduktor tersebut. Pengaruh suhu terhadap hambatan konduktor dapat dituliskan dalam persamaan berikut.

R=R0(1+αΔt)                        (1–7)

dengan: 
R = hambatan konduktor pada suhu toC,
R0 = hambatan konduktor pada suhu t0oC,
α = koefisien suhu hambatan jenis (/oC), dan
t = t - t0 = selisih suhu (oC).

Catatan Fisika :

Tetap Sejalan
osiloskop

Resistor yang baik mematuhi Hukum Ohm meskipun tegangan atau arusnya berubah-ubah dengan cepat. Dua garis bergelombang dalam gambar ini, yang ditampilkan oleh osiloskop, menunjukkan arus yang melewati resistor tetap sejalan dengan tegangan saat arus tadi naik atau turun. (Sumber: Jendela Iptek, 1997)

Contoh Soal 3 :

Sebuah kawat yang panjangnya 2 m dan luas penampangnya 5 cm2 memiliki hambatan 100Ω. Jika kawat tersebut memiliki panjang 4 m dan luas penampang 1,25 cm2, berapakah hambatannya?

Kunci Jawaban :

Diketahui: l1 = 2 m, A1 = 5 cm2, R1 = 100 Ω, l2 = 4 m, dan A2 = 1,25 cm2. Soal ini lebih mudah diselesaikan dengan menggunakan metoda perbandingan.

Dari persamaan :



diperoleh :



Jadi, hambatannya adalah 50 Ω.

Catatan Fisika :

Hambatan

Hambatan adalah komponen elektronika sebagai pereduksi aliran arus listrik. Hambatan memiliki tiga atau empat garis warna pada ''badannya'' yang menunjukkan berapa besar hambatan yang diberikan.

Contoh Soal 4 :

Sebuah termometer hambatan terbuat dari platina (α = 3,92 × 10-3/C°). Pada suhu 20 °C, hambatannya 50 Ω. Sewaktu dicelupkan ke dalam bejana berisi logam indium yang sedang melebur, hambatan termometer naik menjadi 76,8 Ω. Tentukan titik lebur indium tersebut.

Kunci Jawaban :

Diketahui: 

α = 3,92 × 10-3/C°, t0 = 20 °C, R0 = 50 Ω, dan R = 76,8 Ω .
R = R0(1 +α Δt ) = R0 + R0 α Δt → R – R0 = R0α Δt

sehingga diperoleh :





Δt = 136,7 oC

Jadi, karena suhu awalnya 20 °C, titik lebur indium adalah 136,7 °C + 20 °C = 156,7 °C.

3. Rangkaian Hambatan Listrik

Dalam rangkaian listrik, hambatan dapat dirangkai secara seri, paralel, atau kombinasi (gabungan) dari keduanya. Setiap susunan rangkaian memiliki fungsi tertentu.

a. Rangkaian Seri Hambatan

Ketika Anda ingin memperkecil kuat arus yang mengalir pada rangkaian atau membagi tegangan listrik, Anda dapat melakukannya dengan menyusun beberapa hambatan secara seri, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 6. Perhatikanlah bahwa hambatan-hambatan dikatakan tersusun seri jika satu sama lain tersambung hanya pada satu terminalnya. Pada Gambar 6 (a), terminal kanan hambatan R1 tersambung dengan terminal kiri hambatan Rdi titik b dan terminal kanan R2 tersambung dengan terminal kiri R3 di titik c. Rangkaian hambatan seri ini ekivalen dengan sebuah hambatan pengganti seri seperti pada Gambar 6 (b).
Rangkaian seri hambatan Hambatan pengganti seri.
Gambar 6. (a) Rangkaian seri hambatan. (b) Hambatan pengganti seri.
Ekivalensi antara hambatan pengganti seri dan hambatan-hambatan yang dirangkai seri, ditentukan sebagai berikut. Pada Gambar 6 (a), tegangan total antara titik a dan titik d memenuhi persamaan :

Vad = Vab + Vbc + Vcd

Sesuai dengan Hukum Ohm, V = IR maka persamaan tersebut dapat ditulis :

Vad = I1R1 + I2R2+ I3R3

Pada rangkaian seri, arus yang mengalir pada tiap hambatan besarnya sama, yakni I1 = I2 = I3 = I, maka Vad dapat ditulis lagi sebagai berikut.

Vad = I(R1 + R2 + R3)

Adapun dari Gambar 6 (b) diperoleh :

Vad = IRs

Dengan membandingkan dua persamaan terakhir diperoleh :

Rs =R1 + R2 + R3                        (1-8)

Persamaan (1–8) menunjukkan bahwa hambatan-hambatan yang dirangkai seri akan memberikan hambatan total (pengganti) yang lebih besar daripada nilai setiap hambatannya.

b. Rangkaian Paralel Hambatan

Hambatan yang disusun paralel berfungsi untuk membagi arus atau memperkecil hambatan total. Pada susunan paralel, setiap hambatan saling tersambung pada kedua terminalnya, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 7 (a). Tegangan pada setiap hambatan sama, yakni V1 = V2 = V3 = V. Hambatan ekivalen paralel diperlihatkan pada Gambar 7 (b).
Hambatan tersusun paralel hambatan penggantinya.
Gambar 7. (a) Hambatan tersusun paralel. (b) hambatan penggantinya.
Pada Gambar 7 (a), arus I yang keluar dari baterai terbagi menjadi tiga yakni I1I2, dan I3 yang masing-masing mengalir melalui R1R2, dan R3.

Hubungan antara arus listrik tersebut memenuhi persamaan :

I = I1 + I2 + I3

Sesuai dengan Hukum Ohm, I = V / R, maka persamaan di atas dapat ditulis :
Oleh karena V1 = V2 = V3 = V maka persamaan tersebut dapat ditulis lagi sebagai berikut :


atau :

                 (1-9)

Dari Gambar 7 (b), V = IRp sehingga persamaan tersebut dapat ditulis menjadi :

Contoh Soal 5 :

Tentukan hambatan pengganti antara titik a dan b dari rangkaian berikut.
hambatan pengganti
Kunci Jawaban :

Rangkaian tersebut merupakan kombinasi dari rangkaian seri dan paralel. Prinsip penyelesaian masalah tersebut adalah menyederhanakan rangkaian sedemikian sehingga menjadi rangkaian seri atau paralel. Pada rangkaian tersebut, jika Anda telusuri dari a ke b, antara titik c dan d terdapat hambatan-hambatan yang dirangkai paralel. Di lain pihak, antara c dan d melalui cabang paling kanan terdapat hambatan 2 Ω, 1 Ω, dan 3 Ω yang dirangkai seri dan dapat diganti dengan sebuah hambatan ekivalen 6 Ω (2 Ω + 1 Ω + 3 Ω). Hambatan ekivalen 6 Ω ini paralel dengan hambatan 6 Ω pada cabang c – d sebelah kiri. Selanjutnya, antara titik c dan d, hambatan penggantinya (paralel 6 Ω dan 6 Ω) adalah :



sehingga diperoleh Rcd = 3 Ω.
Selanjutnya, RacRcd, dan Rbd menjadi tersusun seri. Dengan demikian, diperoleh :

Rad = Rac + Rcd + Rbd = 4 + 3 + 5 = 12 Ω.

Contoh Soal 6 :

Perhatikan gambar rangkaian listrik berikut ini.
rangkaian listrik
Jika hambatan 1 = 8 ohm, 2 = 16 ohm, 3 = 16 ohm, 4 = 8 ohm, dan 5 = 12 ohm.

Besarnya tegangan antara A dan B adalah ....

a. 3 volt
b. 5 volt
c. 6 volt
d. 8 volt
e. 10 volt

Kunci Jawaban :

Perhatikan rangkaian paralel  1, 2, dan 3.


p = 4 ohm

Perhatikan rangkaian seri p dan 4.
rangkaian seri

1 = 8 ohm, 2 = 16 ohm, 3 = 16 ohm, 4 = 8 ohm, dan 5 = 12 ohm.
s = p + 4 = 4 + 8 = 12 ohm

s = 5, maka I1 = I = ½  x 4 = 2 A

AB = p × I1 = 4 ohm × 2 A = 8 volt

Jawab: d

C. Rangkaian Listrik Arus Searah

Gambar 8. memperlihatkan skema sebuah lampu, sakelar, dan baterai yang satu sama lain terhubung oleh kabel/kawat. Ketika sakelar masih terbuka, Gambar 8 (a), arus listrik belum mengalir sehingga lampu belum menyala (padam). Sebaliknya, ketika sakelar disambungkan, Gambar 8 (b), arus mengalir dari kutub positif baterai ke kutub negatif baterai melalui kabel dan lampu sehingga lampu menyala. Gambar 8 (a) disebut rangkaian listrik terbuka, sedangkan Gambar 8 (b) disebut rangkaian listrik tertutup.
Rangkaian listrik terbuka dan tertutup.
Gambar 8. Rangkaian listrik (a) terbuka dan (b) tertutup.
Rangkaian seperti ini secara umum disebut rangkaian listrik arus searah. Rangkaian listrik arus searah yang terdiri dari sebuah baterai dan sebuah beban (misalnya hambatan dan lampu) disebut rangkaian listrik sederhana.

1. GGL, Hambatan Dalam, dan Tegangan Jepit Baterai

Baterai merupakan sumber energi arus searah. Energi listrik yang dihasilkan baterai berasal dari energi kimia. Selain baterai, sumber energi listrik lainnya adalah generator. Secara umum, alat yang dapat mengubah suatu bentuk energi lain menjadi energi listrik disebut sumber gaya gerak listrik (GGL). GGL adalah beda potensial antarterminal sumber tegangan (bateai atau generator), ketika tidak ada arus yang mengalir pada rangkaian luar. Simbol GGL adalah E.

Anda mungkin pernah mengalami bahwa ketika arus ditarik dari baterai, tegangan pada terminal baterai turun di bawah GGLnya. Sebagai contoh, ketika Anda menstarter mesin mobil, dengan lampu depan masih menyala, lampu menjadi redup sesaat. Ini terjadi karena starter menarik arus besar sehingga tegangan baterai menjadi turun. Penurunan tegangan ini terjadi karena reaksi kimia dalam baterai tidak cukup menyuplai muatan untuk mempertahankan GGLnya menjadi penuh. Jadi, baterai sendiri memiliki hambatan dalam r. Dalam rangkaian listrik, baterai disimbolkan seperti pada Gambar 9.
Simbol sebuah baterai. E = GGL baterai dan r = hambatan dalam baterai. Garis vertikal yang panjang menyimbolkan kutub positi dan garis vertikal yang pendek menyimbolkan kutub negati .
Gambar 9. Simbol sebuah baterai. E = GGL baterai dan r = hambatan dalam baterai. Garis vertikal yang panjang menyimbolkan kutub positi dan garis vertikal yang pendek menyimbolkan kutub negatif.
Tegangan antara titik a dan b disebut tegangan terminal Vab. Ketika baterai tidak mengeluarkan arus, Vab = E  Akan tetapi, ketika baterai mengeluarkan arus, tegangan terminal baterai turun sebesar Ir. Jadi, Vab = E – Ir.  Tegangan terminal baterai ketika baterai mengeluarkan arus disebut dengan tegangan jepit.

Contoh Soal 7 :

Sebuah baterai memiliki GGL 12 V dan hambatan dalam 2 Ω. Tentukan tegangan jepit baterai ketika ia mengeluarkan arus 2 A.

Kunci Jawaban :

Diketahui : 

E= 12 V,
r = 2 Ω , dan
I = 2 A.

maka tegangan jepitnya :

Vjepit = E – Ir
Vjepit= 12 V – (2 A)(2 Ω)
Vjepit = 8 V.

a. Hukum Arus Kirchhoff

Hukum Arus Kirchhoff membicarakan arus listrik pada titik percabangan kawat. Tinjau sebuah titik percabangan kawat, sebut titik A, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 10.
Arus pada percabangan kawat.
Gambar 9. Arus pada percabangan kawat.
Arus I1 dan I2 menuju (masuk ke) titik A, sedangkan I3 dan I4 menjauhi (keluar dari) titik A. Jika aliran arus dianalogikan sebagai aliran air dalam pipa, Anda tentu akan yakin bahwa jumlah aliran air sebelum melewati titik A akan sama dengan jumlah air sesudah melewati titik A. Demikian pula dengan arus listrik, jumlah arus listrik yang menuju (masuk ke) titik percabangan (titik A) sama dengan jumlah arus yang menjauhi (keluar dari) titik percabangan tersebut. Dengan demikian, pada Gambar 10, secara matematis diperoleh :

I1 + I2 = I3 + I4

atau

I1 + I2 – I3– I4 = 0

Persamaan terakhir secara matematis dapat ditulis :

ΣI = 0                (1-10)

yang berarti bahwa jumlah arus listrik pada suatu titik percabangan sama dengan nol. Persamaan (1–10) disebut Hukum Pertama Kirchhoff atau Hukum Arus Kirchhoff. Perlu diingat bahwa ketika Anda menggunakan Persamaan (1–10), arus yang masuk ke titik percabangan diberi tanda positif, sedangkan arus yang keluar dari titik percabangan diberi tanda negatif.

Catatan Kimia :

Besaran Mikrocip

Mikrocip menyebabkan elektronika menjadi kekuatan yang dapat mengubah dunia. Cip silikon kali pertama dibuat pada 1958. Cip yang diperdagangkan pada mulanya hanya berisi beberapa puluh transistor. Kini Cip serupa dapat berisi lebih dari sejuta transisitor. (Sumber: Jendela Iptek, 1997)

Contoh Soal 8 :

Dari gambar berikut ini, tentukanlah besarnya nilai I.
Hukum Arus Kirchhoff

Gunakan Hukum Arus Kirchhoff. Beri tanda positif pada arus yang masuk titik cabang dan beri tanda negatif pada arus yang keluar dari titik cabang.

ΣI = 0
4 A – 3 A + 2 A – I = 0

sehingga diperoleh I = 3 A.

b. Hukum Tegangan Kirchhoff

Hukum Tegangan Kirchhoff didasarkan pada Hukum Kekekalan Energi. Ketika muatan listrik q berpindah dari potensial tinggi ke potensial rendah dengan beda potensial V, energi muatan itu akan turun sebesar qV. Sekarang tinjau rangkaian listrik, seperti diperlihatkan pada Gambar 11. Baterai dengan tegangan terminal V akan melepas muatan q dengan energi qV sedemikian sehingga mampu bergerak pada lintasan tertutup (loop) abcda.
Muatan listrik yang mengalir dalam lintasan tertutup memenuhi Hukum Kekekalan Energi.
Gambar 11. Muatan listrik yang mengalir dalam lintasan tertutup memenuhi Hukum Kekekalan Energi.
Ketika muatan q melintasi resistansi R1, energi muatan ini akan turun sebesar qV1  Demikian pula ketika melintasi R2 dan R3, masing-masing energinya turun sebesar qV2 dan qV3  Total penurunan energi muatan adalah :

qV1 + qV2 + qV3

Sesuai dengan Hukum Kekekalan Energi, penurunan ini harus sama dengan energi yang dilepaskan oleh baterai, qV. Dengan demikian berlaku :

qV = qV1 + qV2 + qV3
V – V1 – V2 – V3 = 0

Persamaan terakhir dapat ditulis :

ΣV = 0                        (1-11)

yang berarti bahwa jumlah tegangan pada sebuah loop (lintasan tertutup) sama dengan nol. Persamaan (1–11) disebut Hukum Kedua Kirchhoff atau Hukum Tegangan Kirchhoff.

c. Penerapan Hukum Kirchhoff pada Rangkaian Sederhana

Rangkaian sederhana adalah rangkaian yang terdiri dari satu loop. Sebagai contoh, tinjau rangkaian pada Gambar 12.
Rangkaian listrik sederhana.
Gambar 12. Rangkaian listrik sederhana.
Tidak ada titik percabangan di sini sehingga arus pada setiap hambatan sama, yakni I dengan arah seperti pada gambar. Pilih loop a-b-c-d-a. Ketika Anda bergerak dari a ke b, Anda menemui kutub negatif baterai terlebih dahulu sehingga GGLnya ditulis Vab = E1  Ketika Anda melanjutkan gerakan dari b ke c, Anda mendapati arah arus sama dengan arah gerakan Anda sehingga tegangan pada R1 diberi tanda positif, yakni Vbc = +IR1  Dari c ke d kembali Anda menemui GGL dan kali ini kutub positifnya terlebih dahulu sehingga diperoleh Vcd = +E2.

Selanjutnya, tegangan antara d dan a diperoleh Vda = +IR2  Hasil tersebut kemudian dimasukkan ke dalam Persamaan (1–11).

ΣV = 0
Vab + Vbc + Vcd + Vda = 0
–E + IR1 + E + IR2 = 0

atau

I(R1 + R2) = E1 + E2

sehingga diperoleh :

                     
Persamaan terakhir dapat ditulis sebagai berikut.
                      (1-12)

Dengan demikian, untuk rangkaian listrik sederhana, besarnya arus listrik yang mengalir pada rangkaian dapat dicari menggunakan Persamaan (1–12). Akan tetapi, jangan lupa ketika memasukkan nilai GGLnya, Anda harus tetap memerhatikan tanda GGL tersebut.

Contoh Soal 9 :

Dari rangkaian listrik berikut ini, tentukan (a) arus yang mengalir pada rangkaian, dan (b) tegangan antara titik a dan b.
rangkaian listrik
Kunci Jawaban :

a. Ambil loop searah putaran jarum jam maka Anda akan menemui kutub negatif dahulu pada GGL pertama, E1 = 2 V, dan kutub positif dahulu pada GGL kedua, E2 = +10 V. Dengan demikian, ΣE = –2 + 10 = 8 V. Selanjutnya, jumlah hambatan dalam rangkaian ΣR = 6 + 1 + 4 + 1 = 12 Ω, sehingga diperoleh arus pada rangkaian :

Dengan arah seperti diperlihatkan pada gambar (keluar dari kutub positif baterai dengan GGL terbesar, 10 V).

b. Untuk menentukan tegangan antara titik a dan b, lepas salah satu cabang antara a dan b, lalu ganti oleh cabang Vba  seperti diperlihatkan pada gambar. Selanjutnya, gunakan Hukum Tegangan Kirchhoff. Ambil loop searah putaran jarum jam maka :

–2V + 3/4 A (1 Ω + 4 Ω) + Vba = 0
Vba = –Vba = –1,75 V

sehingga diperoleh Vab = Vba = 1,75 V.

d. Penerapan Hukum-hukum Kirchhoff pada Rangkaian Majemuk

Rangkaian majemuk adalah rangkaian arus searah yang lebih dari satu loop. Salah satu cara untuk menganalisis rangkaian majemuk adalah analisis loop. Analisis ini pada dasarnya menerapkan Hukum-hukum
Kirchhoff, baik tentang arus maupun tegangan. Berikut adalah langkah-langkah untuk menganalisis rangkaian majemuk pada Gambar 13. menggunakan analisis loop.
Analisis loop pada rangkaian majemuk.
Gambar 13. Analisis loop pada rangkaian majemuk.
  1. Tandai titik-titik sudut atau titik cabang rangkaian, misalnya titik a, b, c, d, e, dan f.
  2. Tentukan arah arus pada tiap cabang, sebarang saja, sesuai keinginan Anda. Lalu, gunakan Persamaan (1–10) untuk mendapatkan persamaan arusnya.
  3. Tentukan titik tempat Anda mulai bergerak dan lintasan yang akan Anda lalui. Misalnya, Anda ingin memulai dari titik a menuju titik b, c, dan d lalu ke a lagi maka yang dimaksud satu loop adalah lintasan a-b-c-d-a.
Lakukan hal yang serupa untuk loop c-d-e-f-c.

a) Jika Anda melewati sebuah baterai dengan kutub positif terlebih dahulu, GGL E diberi tanda positif (+E). Sebaliknya, jika kutub negatif lebih dulu, GGL E diberi tanda negatif ( E).
(b) Jika Anda melewati sebuah hambatan R dengan arus I searah loop Anda, tegangannya diberi tanda positif (+IR). Sebaliknya, jika arah arus I berlawanan dengan arah loop Anda, tegangannya diberi tanda negatif (IR).

4. Masukkan hasil pada langkah 3 ke Persamaan (1–11).
5. Dari beberapa persamaan yang Anda dapatkan, Anda dapat melakukan eliminasi untuk memperoleh nilai arus pada tiap cabang.

Contoh Soal 10 :

Pada Gambar 13, jika diketahui E1 = 6V, r1 = 1 Ω, E2 = 3 V, r2 = 1 Ω, E3 = 3 V, r3 = 1 Ω, R1 = 3 Ω, R2 = 2 Ω, R3 = 2 Ω, R4 = 1Ω, dan R5 = 1 Ω, tentukan kuat arus yang melalui setiap baterai.

Kunci Jawaban :

Langkah (1) dan (2) sudah dilakukan seperti terlihat pada gambar. Pada titik cabang c berlaku :

ΣI = 0
I1 – I2 – I3 = 0 (1)

Langkah (3): pilih loop a-b-c-d-a. Dengan bergerak dari a ke b ke c ke d ke a, Anda akan menemukan kutub positif E2 dan kutub negatif E1 terlebih dahulu. Selain itu, arah gerakan Anda sama dengan arah I1 dan I2 maka kedua arus ini positif.

Selanjutnya, langkah (4)

ΣV
=
0


+E2 – E1 + I1(r1 + R1 + R2) + I2 (r2 + R3)
=
0


+3 – 6 + I1(1 + 3 + 2) + I2 (1 + 2)
=
0


–3 + 6I1 + 3I2
=
0
(:3)

–1 + 2I1 + I2
=
0

(2)

Ulangi langkah (3) dan langkah (4) untuk loop c-d-e-f-c maka akan diperoleh :

ΣV
=
0


+E3 – E2 – I2 (r2 + R3) + I3(r3 + R4 + R5)
=
0


+3 – 3 – I2(1 + 2) + I3 (1 + 1 + 1)
=
0


–3I2 + 3I3
=
0
(:3)

I2 + I3
=
0

(3)

Langkah (5): eliminasi I1 dari Persamaan (1) dan (2). Kalikan terlebih dahulu Persamaan (1) dengan 2 lalu jumlahkan dengan Persamaan (2):

        2I1 – 2I2 – 2I3
=
0


(1)
–1 + 2I1 + I2
=
0


(2)
–1 + 0 – 3I2 – 2I3
=
0


(4)

Eliminasi Persamaan (3) dan (4): Persamaan (3) terlebih dahulu dikalikan dengan 3.

        3I2 + 3I3
=
0


(3)
–1 – 3I2 – 2I3
=
0


(4)
–1 +  0  + 5I3
=
0




sehingga diperoleh I3 = 1 / 5 = 0,2 A. Masukkan hasil ini ke Persamaan (3), diperoleh :

I3 = I2 = 0,2 A.

Terakhir, masukkan nilai I3 = I2 = 0,2 A ke Persamaan (1) maka diperoleh :

I1 = I2 + I3 = 0,2 + 0,2 = 0,4 A.

Dengan demikian, arus yang mengalir pada tiap cabang masing-masing adalah :

I1 = 0,4 A; I2 = I3 = 0,2 A

e. Penerapan Hukum Arus Kirchhoff dan Hukum Ohm pada Rangkaian Majemuk

Selain analisis loop, analisis simpul juga dapat digunakan untuk menganalisis rangkaian majemuk. Analisis ini menerapkan Hukum Arus Kirchhoff dan Hukum Ohm. Berikut adalah langkah-langkah untuk menerapkan analisis simpul pada rangkaian majemuk yang diperlihatkan pada Gambar 14.
Analisis simpul pada rangkaian majemuk.
Gambar 14. Analisis simpul pada rangkaian majemuk.
1) Pilih salah satu titik (simpul), misal A, sebagai acuan dengan tegangan nol (ground) dan titik (simpul) lainnya, misal B, anggap memiliki tegangan V terhadap ground, yakni VBA = V.
2) Pilih semua arus pada tiap cabang, yakni I1, I2, dan I3, berarah dari B ke A.
3) Jika pada cabang arus terdapat baterai (GGL), perhatikan kutub baterai yang ditemui arah arus. Jika arus yang Anda misalkan masuk ke kutub positif baterai, arus pada cabang tersebut memenuhi persamaan :


dengan subcript c berarti cabang. Sebaliknya, jika arus yang Anda misalkan masuk ke kutub negatif baterai, arus pada cabang tersebut memenuhi persamaan :


4) Terapkan Hukum Arus Kirchhoff sebagai berikut. I1 – I2 – I3 = 0
5) Masukkan I pada langkah 3 ke langkah 4 maka Anda akan memperoleh nilai V.
6) Untuk mendapatkan arus pada tiap cabang, Anda tinggal memasukkan nilai V hasil langkah 5 ke persamaan I pada langkah 3.

Contoh Soal 11 :

Ulangi Contoh  Soal 9. dengan menggunakan analisis simpul.

Kunci Jawaban :

Rangkaian pada Gambar 13 dapat disederhanakan menjadi seperti pada Gambar 14. dengan :

R1 (baru) = hambatan total pada cabang pertama = r1 + R1 + R2 = 1 + 3 + 2 = 6 Ω;
R2 (baru) = hambatan total pada cabang kedua = r2 + R3 = 1 + 2 = 3 Ω ;
R3 (baru) = hambatan total pada cabang ketiga = r2 + R4 + R5 = 1 + 1 + 1 = 3 Ω.

Langkah (1), ambil A sebagai ground dan VBA = V.
Langkah (2), pilih arus pada tiap cabang berarah dari B ke A (lihat gambar).
Langkah (3), perhatikan pada gambar, semua arus pada cabang masuk ke kutub positif baterai maka :






Langkah (4) dan (5),

I1 + I2 + I3 = 0


atau,



Kalikan semua ruas dengan 6, diperoleh :

V – 6 + 2V – 6 + 2V– 6 = 0
5V – 18 = 0
5V = 0

sehingga diperoleh :

V = 18 / 5 = 3,6 V

Langkah (6), masukkan nilai V = 3,6 V pada Persamaan arus pada Langkah (3).

Dengan demikian diperoleh :





Tanda negatif pada I1 menunjukkan bahwa arah arus I1 yang sebenarnya masuk ke titik B sebesar 0,4 A.

Catatan: Untuk selanjutnya, Langkah (3) langsung saja Anda tulis di bawah Langkah (4).

D. Energi dan Daya Listrik

1. Energi Listrik

Tinjau sebuah konduktor yang diberi beda potensial Vab = V, seperti diperlihatkan pada Gambar 15.
Elektron dapat mengalir dalam konduktor yang diberi beda potensial karena adanya energi listrik.
Gambar 15. Elektron dapat mengalir dalam konduktor yang diberi beda potensial karena adanya energi listrik.
Elektron-elektron pada konduktor itu akan bergerak dari titik b menuju ke titik a. Mengapa demikian? Ketika beda potensial V diberikan, elektron-elektron tersebut akan mendapatkan tambahan energi masing-masing sebesar eV, dengan e adalah muatan satu elektron. Energi inilah yang kemudian mengalirkan elektron dalam konduktor. Jika dalam konduktor tersebut mengalir n buah elektron, total muatan yang mengalir adalah Q = ne. Dengan demikian, energi yang diperlukan untuk mengalirkan elektron memenuhi W = QV. Energi ini disebut energi listrik. Dalam kaitannya dengan arus listrik, Q = It maka energi listrik memenuhi persamaan :

W = VIt                                           (1–13)

dengan: 

W = energi listrik (joule; J),
V = beda potensial atau tegangan listrik (volt; V),
I = kuat arus yang mengalir (ampere; A), dan
t = lamanya arus mengalir (sekon; s).

Persamaan (1–13) berlaku untuk semua komponen atau beban listrik yang diberi beda potensial V dan dialiri arus I dalam selang waktu t. Khusus untuk beban listrik berupa hambatan listrik, mengingat V = IR atau I = V / R,

Persamaan (1–13) dapat ditulis sebagai berikut :



Dalam SI, satuan dari energi listrik adalah joule (disingkat J). Satuan lain yang juga sering digunakan adalah kilowattjam, disingkat kWh (kilowatthour),
dengan 1 kWh = 3,6 × 106 J.

Contoh Soal 12 :

Sebuah alat pemanas bekerja pada tegangan 220 V dan arus 2 A. Tentukan energi listrik yang diserap pemanas tersebut selama (a) 5 sekon dan (b) 1 jam.

Kunci Jawaban :

Diketahui: V = 220 V dan I = 2 A.

Energi listrik yang diserap pemanas :

a. selama t = 5 s adalah :

W = VIt = (220 V)(2 A)(5 s) = 2200 J

b. selama t = 1 jam adalah :

W = VIt = (220 V)(2 A)(1 s) = 440 watt-jam = 0,44 kWh

2. Daya Listrik

Daya atau laju energi listrik adalah energi listrik yang dihasilkan/diserap tiap satuan waktu. Secara matematis, daya listrik (diberi simbol P) ditulis :

P = W / t                                                     (1-15)

dengan: 

P = daya listrik (watt; W), dan
t = waktu (sekon; s).

Satuan daya listrik, dalam SI, adalah joule/sekon (disingkat J/s). Satuan ini diberi nama watt, disingkat W, dengan 1 W = 1 J/s. Selanjutnya, jika

Persamaan (1–13) dimasukkan ke Persamaan (1–15), diperoleh :

P = VI                                                        (1-16)

yang berlaku untuk setiap komponen atau beban listrik. Sementara itu, jika Persamaan (1–14) dimasukkan ke Persamaan (1–15), diperoleh persamaan daya listrik pada hambatan listrik, yaitu :

P = I2 R           atau      P = V2 / R              (1-17)

Contoh Soal 13 :

Sebuah lampu dihubungkan dengan tegangan 220 V sehingga mengalir arus 0,5 A pada lampu tersebut. Tentukanlah energi listrik yang diserap oleh lampu tiap sekon.

Kunci Jawaban :

Diketahui: V = 220 V dan I = 0,5 A.

Energi listrik yang diserap lampu tiap sekon atau daya yang diserap lampu adalah :

P = VI = (220 V)(0,5 A) W.

3. Spesifikasi Tegangan dan Daya Kerja pada Beban Listrik

Hampir semua beban listrik (lampu, radio, TV, komputer, dll.) menuliskan spesifikasi tegangan dan daya kerjanya. Spesifikasi beban listrik ini berkaitan dengan seberapa besar tegangan yang boleh diberikan pada beban listrik dan berapa daya yang akan diserap atau dihasilkannya. Sebagai contoh, sebuah lampu bertuliskan 220 V, 60 W. Hal ini berarti lampu tersebut bekerja normal, yakni menyerap daya 60 W ketika diberi tegangan 220 V. Nilai 220 V juga merupakan nilai tegangan maksimum yang boleh diberikan pada lampu tersebut. Jika tegangan yang diberikan lebih besar daripada 220 V, lampu akan rusak. Sebaliknya, jika tegangan yang diberikan lampu kurang dari 220 V, lampu akan menyala redup (daya yang diserapnya kurang dari 60 W).

Daya yang diserap beban listrik ketika dihubungkan dengan tegangan sumber tertentu memenuhi persamaan :
                                              (1-18)
dengan: 

Ps = daya yang diserap lampu (W),
Vs = tegangan yang diberikan pada lampu (V),
Pt = daya yang tertulis pada lampu (W), dan
Vt = tegangan yang tertulis pada lampu (V).

Spesifikasi beban listrik berkaitan pula dengan hambatan beban tersebut. Hambatan beban listrik dengan spesikasi Vt volt, Pt watt adalah
                                                          (1-19)

Selain dua hal tersebut, spesifikasi tegangan dan daya listrik pada beban listrik juga menunjukkan bahwa arus maksimum yang boleh melewatinya adalah :

                                                    (1-20)

Contoh Soal 14 :

Sebuah lampu pijar dengan spesifikasi (60 W, 220 volt) dipasang pada tegangan 110 volt. Daya yang dipergunakan lampu tersebut adalah ....

a. 10 W 
b. 15 W 
c. 20 W
d. 30 W
e. 45 W

Kunci Jawaban :

Diketahui:

P1 = 60 watt,
1 = 220 volt, dan
2 = 110 volt.

Hambatan 1 = 2 maka :



Jawab: b

Contoh Soal 15 :

Sebuah lampu bertuliskan 220 V, 50 W dihubungkan dengan sumber tegangan 110 V. Tentukan (a) hambatan dalam lampu, (b) arus yang mengalir pada lampu, dan (d) daya yang diserap lampu.

Kunci Jawaban :

Diketahui: Vt = 220 V, Pt = 50 W, dan tegangan sumber yang diberikan Vs = 110 V.

a. Hambatan dalam lampu,


b. Arus yang melalui lampu :



Hati-hati, jangan gunakan Persamaan (1–20) karena persamaan tersebut berlaku untuk arus maksimum yang boleh melewati lampu.

c. Daya yang diserap lampu


E. Alat Ukur Listrik

1. Voltmeter

Voltmeter adalah alat untuk mengukur tegangan antara dua titik. Ketika digunakan, voltmeter harus dipasang paralel dengan komponen yang hendak diukur tegangannya, seperti diperlihatkan pada Gambar 16. Untuk mendapatkan hasil pengukuran yang akurat, hambatan dalam voltmeter harus jauh lebih besar daripada hambatan komponen yang diukur. Voltmeter ideal adalah voltmeter yang hambatan dalamnya bernilai takhingga. Mengapa demikian? Untuk menjawab pertanyaan ini, perhatikan Gambar 16. Arus yang mengalir pada hambatan R sebelum dipasang voltmeter adalah I, seperti diperlihatkan pada Gambar 16 (a). Ketika voltmeter dipasang paralel dengan R, arus I menjadi terbagi dua, I1 mengalir pada R dan sisanya, I2 mengalir melalui voltmeter yang berhambatan dalam Rv seperti diperlihatkan pada Gambar 16 (b). Hal ini menunjukkan bahwa tegangan pada R sebelum dan sesudah voltmeter digunakan akan berbeda.
Arus pada hambatan R (a) sebelum voltmeter digunakan dan (b) ketika voltmeter digunakan.
Gambar 16. Arus pada hambatan R (a) sebelum voltmeter digunakan dan (b) ketika voltmeter digunakan.
Oleh karena tegangan pada setiap hambatan yang dirangkai paralel besarnya sama, dari Gambar 16 (b) diperoleh :

I1R = I2Rv = (I– I1)Rv

atau

I1(R + Rv) = IRv

sehingga diperoleh :


Persamaan terakhir menunjukkan bahwa agar sebelum dan sesudah dipasang voltmeter, arus yang mengalir pada R relatif sama, yakni I1 ≅ I, Rv harus jauh lebih besar daripada R sehingga R + Rv ≅ Rv  Umumnya dengan memilih Rv ≥ 100R cukup untuk membuat I1 ≅ I dengan kesalahan sekitar 1%.

Voltmeter memiliki batas ukur tertentu, yakni nilai tegangan maksimum yang dapat diukur oleh voltmeter tersebut. Jika tegangan yang diukur oleh voltmeter melebihi batas ukurnya, voltmeter akan rusak. Lalu, apa yang dapat Anda lakukan jika tegangan yang akan diukur melebihi batas ukur voltmeter?

Anda dapat menaikkan batas ukur voltmeter dengan prinsip yang sederhana. Misalnya, menurut hasil perhitungan matematis Anda, tegangan pada sebuah hambatan adalah 100 V. Di lain pihak, untuk menguji hasil perhitungan Anda, Anda akan menggunakan voltmeter yang ternyata hanya mampu mengukur sampai maksimum 10 V. Hal yang dapat Anda lakukan adalah membagi tegangan 100 V tersebut sedemikian sehingga yang melintasi voltmeter tetap 10 V supaya voltmeter tidak rusak. Sisa tegangannya, yakni 90 V, yang diberikan pada hambatan Rd yang harus dipasang seri dengan voltmeter. Mengapa harus dipasang seri? Ingat, hambatan yang dirangkai seri berfungsi untuk membagi tegangan. Pertanyaan selanjutnya adalah, berapakah nilai Rd yang harus Anda pasang?
Batas ukur voltmeter dapat ditingkatkan dengan memberikan hambatan seri dengan voltmeter.
Gambar 17. Batas ukur voltmeter dapat ditingkatkan dengan memberikan hambatan seri dengan voltmeter.
Untuk menjawab pertanyaan terakhir, perhatikan Gambar 17. Agar lebih umum, misalnya tegangan yang akan diukur adalah V = nVm, dengan n bilangan bulat positif dan Vm adalah batas ukur voltmeter. Karena voltmeter yang dirangkai seri dengan Rd tersusun paralel dengan hambatan yang diukur tegangannya maka berlaku :

V = VR+ Vm
nVm = VR + Vm

sehingga tegangan pada Rd memenuhi persamaan :

VR = (n – 1)Vm

Selanjutnya, arus yang melalui Rd sama dengan arus yang melalui Rv, yakni Im maka persamaan terakhir dapat ditulis sebagai :

ImRd = (n – 1) ImRv

sehingga nilai hambatan yang harus dipasang seri dengan voltmeter (disebut hambatan depan) memenuhi persamaan :

Rd = (n – 1)Rv                                             (1–21)

dengan: 

Rd = hambatan depan (Ω),
Rv = hambatan dalam voltmeter (Ω), dan
n = kelipatan batas ukur voltmeter.

Contoh Soal 16 :

Pada rangkaian listrik seperti gambar berikut ini, tentukan angka yang ditunjukkan voltmeter V. Anggap voltmeter ideal.
rangkaian listrik
Kunci Jawaban :

Voltmeter V mengukur tegangan antara titik A dan B. Karena voltmeternya ideal, tegangan antara titik A dan B sebelum dan sesudah voltmeter terpasang adalah sama. Oleh karena itu, lepas dulu voltmeter dari rangkaian. Dengan menggunakan Hukum Tegangan Kirchhoff untuk rangkaian sederhana diperoleh :

Dengan demikian, tegangan antara titik A dan B adalah :

VAB = IR = (2 A)(3 Ω) = 6 V

Jadi, voltmeter akan menunjukkan angka 6 V.

2. Amperemeter

Amperemeter disingkat ammeter adalah alat yang digunakan untuk mengukur arus listrik. Ketika digunakan, ammeter harus dirangkai seri dengan yang diukur, seperti diperlihatkan pada Gambar 18. Berbeda dengan voltmeter, untuk mendapatkan hasil pengukuran yang akurat, hambatan dalam ammeter harus jauh lebih kecil daripada hambatan yang diukur arusnya.
Arus pada R, (a) sebelum dipasang ammeter dan (b) ketika dipasang ammeter.
Gambar 18. Arus pada R, (a) sebelum dipasang ammeter dan (b) ketika dipasang ammeter.
Seperti yang dapat Anda lihat pada Gambar 18, jika sebelum dipasang ammeter, arus yang melalui R adalah I, maka setelah R diserikan dengan Ra, arus yang melalui R akan turun menjadi I'. Hal ini terjadi karena hambatannya bertambah besar menjadi R + Ra, sedangkan tegangannya tetap. Oleh karena tegangan sebelum dan sesudah dipasang voltmeter tetap, maka berlaku :

IR = I'(R +Rd)

sehingga :

Persamaan ini menunjukkan bahwa agar I' ≅ I, maka R + Ra ≅ R. Keadaan ini akan dicapai jika Ra jauh lebih kecil daripada R dan idealnya Ra = 0. Akan tetapi, tentu saja tidak mungkin dapat membuat ammeter dengan hambatan dalam nol. Paling tidak, ammeter yang digunakan harus memiliki hambatan dalam 1/100 kali dari hambatan yang diukur arusnya. Jika hal ini dipenuhi, kesalahan hasil pengukuran hanya sekitar 1% dan dikatakan cukup akurat.

Seperti halnya pada voltmeter, batas ukur ammeter juga dapat ditingkatkan. Misalnya, Anda akan mengukur arus listrik yang besarnya nIm, dengan n bilangan bulat positif dan Im adalah batas ukur ammeter. Dalam hal ini Anda harus memasang hambatan paralel, Rsh, (disebut hambatan shunt) dengan ammeter seperti diperlihatkan pada Gambar 19.
Batas ukur ammeter dapat ditingkatkan dengan memasang hambatan shunt.
Gambar 10. Batas ukur ammeter dapat ditingkatkan dengan memasang hambatan shunt.
Hal ini dilakukan agar arus yang besarnya nIm tadi terbagi menjadi Im pada ammeter dan (n–1) Im pada hambatan Rsh. Oleh karena Rsh paralel dengan Ra, tegangan pada keduanya sama sehingga berlaku :

(n – 1)ImRsh = ImRa

dan diperoleh :

                                                        (1-22)

dengan: 

Rsh = hambatan shunt (paralel dengan ammeter),
Ra = hambatan dalam ammeter, dan
n = kelipatan batas ukur ammeter.

Contoh Soal 17 :

Sebuah ammeter dengan hambatan dalam 1Ω memiliki batas ukur 10 A. Agar batas ukur ammeter itu menjadi 50 A, tentukan besar hambatan shunt yang harus dipasang paralel dengan ammeter.

Kunci Jawaban :

Diketahui: 

Ra = 1Ω dan kelipatan batas ukur n = 50A/10A = 5.

Besar hambatan shunt adalah :


F. Pemanfaatan Energi Listrik dalam Kehidupan Sehari-Hari

Energi listrik merupakan energi yang paling mudah untuk diubah menjadi energi lain. Oleh karena itu, energi ini paling banyak digunakan oleh manusia. Untuk keperluan rumah tangga, misalnya, dari mulai penerangan, memasak, menyeterika, dan mencuci menggunakan peralatan yang bersumber dari energi listrik. Untuk penerangan, misalnya, orang menggunakan lampu listrik. Untuk memasak, ibu-ibu akan merasa lebih praktis jika menggunakan penanak nasi elektrik (rice cooker) atau kompor listrik. Untuk menyetrika pakaian, digunakan setrika listrik. Untuk mencuci pakaian, digunakan mesin cuci.

Selain itu, untuk menyimpan daging, sayuran mentah, atau bahan makanan lain agar tahan lama, digunakan kulkas. Untuk mendapatkan air dingin, hangat, atau panas, digunakan dispenser. Untuk keperluan hiburan dan informasi, digunakan radio, televisi, atau tape recorder yang tentu saja dinyalakan menggunakan energi listrik. Apakah telepon rumah atau telepon genggam (handphone) Andamenggunakan energi listrik?

Untuk menghasilkan suatu produk, pabrik-pabrik garmen banyak menggunakan energi listrik untuk menggerakkan mesin-mesin produksi. Untuk administrasi perkantoran, seperti komputer merupakan bagian yang tak terpisahkan sehingga energi listrik diperlukan di sini. Demikian pula di pusat-pusat bisnis lainnya, bahkan di sekolah Anda sekalipun. Pada intinya, banyak sekali di sekitar Anda peralatan-peralatan yang menggunakan energi listrik, baik yang berasal dari sumber DC maupun AC.

Di Indonesia, khususnya, masih banyak daerah-daerah yang belum tersentuh pemanfaatan energi listrik, terutama untuk penerangan. Oleh karena itu, ke depan, perlu dipikirkan sumber-sumber pembangkit energi listrik. Dewasa ini, sumber pembangkit energi listrik di Indonesia umumnya berasal dari bahan bakar minyak (BBM). BBM ini merupakan bahan bakar utama mesin pengerak generator. Selain BBM, sumber energi listrik lainnya dibangkitkan oleh air, yakni Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).

Sebenarnya masih banyak potensi kekayaan alam Indonesia untuk dijadikan sumber energi listrik. Energi panas bumi, energi matahari, bahkan energi nuklir merupakan potensi yang perlu dikembangkan sebagai pembangkit energi listrik.

G. Menghitung Biaya Sewa Energi Listrik

Di Indonesia, energi listrik dikelola oleh sebuah BUMN (Badan Usaha Milik Negara), yakni PT. PLN (Perusahaan Listrik Negara). Masyarakat Indonesia, termasuk Anda tentunya, menggunakan energi listrik dari PT. PLN dengan menyewanya. Anda harus membayar biaya sewa energi listrik, atau lebih dikenal dengan sebutan rekening listrik, tiap bulan.

Bagaimana biaya sewa energi listrik dihitung? Biaya sewa energi listrik dihitung berdasarkan jumlah energi listrik yang digunakan dalam satuan kWh. Energi listrik itu sendiri dihitung berdasarkan persamaan W = Pt, dengan P dalam satuan watt dan t dalam satuan jam. Biaya sewa sama dengan jumlah energi listrik dalam kWh dikalikan dengan tarif 1 kWh.

Sebagai contoh, jika tarif 1 kWh adalah Rp.150 dan total energi listrik yang digunakan dalam sebulan adalah 1200 kWh, biaya sewanya adalah 1.200 kWh × Rp.150/kWh = Rp.180.000.

Alat yang digunakan untuk mengukur energi dalam satuan kWh disebut kWh meter. Di rumah-rumah yang menyewa listrik, kWh meter umumnya dipasang pada dinding bagian depan rumah, dekat pintu masuk. 

Contoh Soal 17 :

Sebuah keluarga menggunakan 10 buah lampu 20 W yang dinyalakan rata-rata 10 jam per hari dan sebuah TV 60 W yang dinyalakan rata-rata 5 jam per hari. Jika tarif 1 kWh Rp150, berapakah biaya sewa yang harus dibayarkan ke PLN tiap bulan?

Kunci Jawaban :

Diketahui:

Energi yang dihabiskan lampu per hari :

W1 = 10 buah × 20 W × 10 jam = 2000 Wh = 2 kWh, dan

Energi yang dihabiskan TV per hari :

W2 = 1 buah × 60 W × 5 jam = 300 Wh = 0,3 kWh.

Energi total yang digunakan per hari adalah W = W1 + W2 = 2,3 kWh sehingga total energi dalam 1 bulan (@ 30 hari) rata-rata 30 × 2,3 kWh = 69 kWh.

Karena tarif 1 kWh adalah Rp.150, biaya sewa selama 1 bulan rata-rata adalah 69 kWh × Rp 150,00 = Rp.10.350,00.

Jadi, keluarga tersebut harus membayar sewa listrik ke PLN Rp10.350,00 tiap bulan.

Percobaan Fisika Sederhana 2 :

Sediakan 2 buah lampu, 1 buah baterai 1,5 Volt, sakelar, dan kabel panjang. Rangkaikan lampu tersebut secara seri dan paralel, seperti pada gambar berikut.
Rangkaikan lampu
Amati cahaya yang ditimbulkan oleh lampu tersebut. Rangkaian manakah yang memberikan cahaya paling terang? Laporkan hasil kegiatan Anda kepada guru Anda dan presentasikan di depan kelas.

Contoh Soal 18 :

hambatan pengganti antara titik A dan B
Besar hambatan pengganti antara titik A dan B adalah ....

a. 4 Ω 
b. 6 Ω 
c. 8 Ω
d. 10 Ω
e. 14 Ω

Kunci Jawaban :

Rangkaian dapat disederhanakan sebagai berikut.
Kapasitor 5μF tidak dilalui arus searah sehingga resistor R3 tidak perlu dihitung. Besarnya hambatan pengganti rangkaian paralel R4 dan R5 adalah :



Rp = 5 Ω

Hambatan pengganti antara titik A dan B adalah :

RT = R1 + R2 + Rp
RT = 2Ω + 3Ω + 5Ω
RT = 10Ω

Jawab: d

Rangkuman :

1. Kuat arus listrik didefinisikan sebagai banyaknya muatan listrik yang mengalir pada suatu penghantar tiap satuan waktu.

2. Besarnya kuat arus yang mengalir dituliskan dalam persamaan :


3. Untuk penghantar dari jenis yang sama, besar hambatan bergantung pada panjang dan luas penampangnya.

4. Jika hambatan dirangkai seri, besarnya hambatan, kuat arus listrik, dan tegangan pengganti adalah

Rs = R1 + R2 + R3+ R4 + ... + Rn
Vs = V1 + V2+ V3 + V4 + ... + Vn
I = I1 = I2 = I3 = I4 = ... = In

5. Jika hambatan dirangkai paralel, besarnya hambatan, kuat arus listrik, dan tegangan pengganti adalah :


V = V1 = V2 = V3 = ... = Vn
Ip = I1 + I2 + I3 + ... + In

6. Alat ukur arus listrik adalah amperemeter dan alat ukur tegangan listrik adalah voltmeter.

7. Hukum Pertama Kirchhoff menyatakan bahwa jumlah arus yang menuju suatu titik cabang sama dengan jumlah arus yang meninggalkan titik cabang.

ΣI(masuk) =ΣI(keluar)

8. Hukum Kedua Kirchhoff menyatakan bahwa dalam sebuah rangkaian tertutup, jumlah aljabar gaya gerak listrik (E) sama dengan jumlah aljabar penurunan potensial listriknya.

ΣE=ΣIR

Anda sekarang sudah mengetahui ElektrodinamikaArus, Hambatan, Energi, DayaRangkaian Listrik  dan Hukum Ohm. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.

Referensi :

Saripudin, A., D. Rustiawan K., dan A. Suganda. 2009. Praktis Belajar Fisika 1 : untuk Kelas 10 Sekolah Menengah Atas / Madrasah Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Alam. Pusat Perbukuan Departemen Nasional, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. 194 hlm.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label