Artikel dan Makalah tentang Bahan Makanan, Sumber Protein, dan Formalin - Pada bulan Desember 2005 sampai dengan Februari 2006 pemberitaan penyalahgunaan formalin dalam bahan pangan semakin meningkat 1-4. Berdasarkan hasil sampling dan pengujian laboratorium di beberapa kota besar Indonesia diperoleh data tentang bahan pangan yang mengandung formalin untuk produk tahu terdapat 1,91 % (terbanyak di Kendiri sekitar 10,42 %), untuk mi basah terdapat 2,41 % (terbanyak di Bandar Lampung 15 %)5 dan untuk ikan basah sebanyak 26,36 %.6 Selanjutnya, pengujian sampling yang dilakukan di Medan terdapat produk mi basah, bakso, dan ikan asin sebagai bahan pangan yang mengandung formalin7 dan bahan pangan lain seperti ayam potong, cumi-cumi, dan jenis ikan segar lainnya 1.
M. Freddy C Sitepu, A Ardi, TAP Siregar, YS Nasution, Fila Effendi
Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
Incidence of formalin issues in protein food-stuff could increase of malnutrition prevalence especially Protein Energy Malnutrition to affect degradation of human resource in Indonesia. This research purpose explained society behavior in chosening protein source food after news formalin issues in food-stuff. It was a descriptive survey with cross sectional design. Amount of sample in this research was 60 respondens in compilation of household menu in Medan Tuntungan Subdistrict. The result of research indicated the decreasing frequency of protein source food after news formalin issues in food-stuff. This research can be expected for database and reference materials in effort improve awareness of society about compilation of well-balanced menu to prevent malnutrition because of it news influence and decrease malnutrition prevalence.
Keywords: Malnutrition, Protein Sources, Formalin
PENDAHULUAN
Formalin yang dijadikan sebagai pengawet bahan pangan tersebut adalah suatu zat kimia dengan nama dagang larutan formaldehid dalam air dengan kadar 30 – 40 %. Di pasaran, formalin dapat diperoleh dalam bentuk yang telah diencerkan, yaitu dengan kadar formaldehid-nya 40, 30, 20 dan 10 % serta dalam bentuk tablet yang beratnya masing-masing sekitar 5 gram. Formalin ini digunakan sebagai: bahan baku industri lem, playwood, dan resin; desinfektan untuk pembersih lantai, kapal, gudang, dan pakaian; germisida dan fungisida pada tanaman dan sayuran; serta pembasmi lalat dan serangga lainnya.
Terdapatnya penyalahgunaan formalin dalam bahan pangan dikarenakan formalin dapat mengawetkan bahan pangan sumber protein dalam jangka waktu yang cukup lama. Selain itu, bahan ini juga dinilai murah dan mudah diperoleh. Namun, formalin tidak diperbolehkan dan dilarang penggunaannya dalam bahan pangan 8-11. karena merupakan: zat beracun; karsinogenik yang menyebabkan kanker; mutagen yang menyebabkan perubahan sel dan jaringan tubuh; korosif; dan iritatif 10-11.
Penyalahgunaan formalin dalam bahan pangan sumber protein seperti tahu, mi basah, ikan laut, cumi-cumi, ikan asin, bakso, daging ayam potong, dan sebagainya sangat berbahaya bagi kesehatan. Padahal sumber protein ini merupakan salah satu zat gizi kebutuhan utama tubuh manusia terutama pada masa pertumbuhan dan perkembangan bayi dan anak12-13.
Protein memiliki banyak fungsi antara lain untuk: pertumbuhan dan perkembangan; micronutrients transport; memperbaiki sel-sel yang rusak; dan sebagai sistem imunitas tubuh 14.Salah satu dampak akibat kekurangan protein tersebut adalah terjadinya gizi buruk, terutama Kurang Kalori Protein/Protein Energy Malnutrition yang rawan terjadi pada balita (bayi dibawah 5 tahun) 15-17.
Berdasarkan hasil surveilans Dinas Kesehatan Propinsi di Indonesia dari bulan Januari sampai dengan bulan November 2005 total kasus gizi buruk di Indonesia berjumlah 71.815 balita 18 Jumlah ini dikuatirkan dapat terjadi peningkatan kasus setelah berkembangnya pemberitaan penyalahgunaan formalin dalam bahan pangan sumber protein yang nantinya akan berdampak pada penurunan sumber daya manusia Indonesia.
Oleh karena itu, penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk menjelaskan perilaku masyarakat terhadap pemilihan bahan pangan sumber protein pasca pemberitaan penyalahgunaan protein dalam bahan makanan. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan acuan dalam usaha meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pemilihan bahan pangan yang baik, serta sebagai data awal dan referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya sehingga dapat menurunkan prevalensi gizi buruk.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Medan Tuntungan, yang dilaksanakan pada Minggu III bulan Januari – Minggu II bulan Maret 2006.
Cara Pemilihan Lokasi dan Sampel
Pemilihan Kecamatan Medan Tuntungan sebagai lokasi penelitian dilakukan secara sengaja berdasar data karakteristik sosial ekonomi dan frekuensi konsumsi makanan responden pra pemberitaan penyalahgunaan formalin dalam makanan 19. Teknik penarikan sampel yang digunakan adalah random sampling 20 berjumlah 60 responden. Responden dalam penelitian ini adalah ibu rumah tangga yang terlibat dalam penyusunan menu makanan keluarga sehari-hari.
Kerangka Penelitian
Bahan pangan dan gizi memiliki hubungan yang sangat erat, sebab keadaan gizi seseorang tergantung pada jenis dan kondisi bahan pangan yang dikonsumsinya. Pemilihan bahan pangan dipengaruhi oleh masalah ketahanan pangan di tingkat rumah tangga, yaitu kemampuan rumah tangga memperoleh makanan untuk semua anggota keluarga dengan terjaminnya konsumsi yang cukup jumlah dan nilai gizi (mutu), yang dipengaruhi baik oleh faktor internal (karakteristik keluarga) maupun faktor eksternal (lingkungan di luar keluarga).
Selain itu, juga harus memperhatikan aspek keamanan pangan. Aman yang dimaksud disini berarti bebas dari pencemaran fisik, intrinsik, dan ekstrinsik berupa: toksin alami; zat antinutrisi dalam pangan; kontaminasi biologis, mikrobiologis, kimia, dan logam berat; serta pencemaran lain yang dapat merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.
Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian |
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan meliputi identitas keluarga, konsumsi dan frekuensi makanan, yang diperoleh melalui wawancara mendalam (indepth interview) dengan menggunakan alat ukur kuesioner.
Data identitas keluarga meliputi nama, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga per bulan, dan jumlah anggota keluarga. Data konsumsi dan frekuensi makanan terdiri dari recall konsumsi makanan dalam waktu satu hari (24 jam) sebelum hari dilakukannya wawancara.
Data konsumsi dan frekuensi makanan ini (pokok, sumber protein hewani dan nabati) dipakai untuk mengetahui perilaku pemilihan bahan pangan sumber protein pasca pemberitaan penyalahgunaan formalin dalam bahan makanan.
Data sekunder yang meliputi keadaan penduduk dan keadaan umum wilayah penelitian, diperoleh melalui wawancara dengan petugas kelurahan, pengamatan langsung pada lokasi penelitian, dan penelusuran kepustakaan21,22.
Pengolahan dan Analisa Data
Data dikumpulkan dan ditabulasi, kemudian dianalisa secara deskriptif. Data karakteristik keluarga yang meliputi tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga per bulan, dan jumlah anggota keluarga dianalisa secara deskriptif. Data konsumsi dan frekuensi makanan juga dianalisa secara deskriptif.
Data perubahan perilaku konsumsi dianalisa secara deskriptif dengan menggunakan tabulasi sederhana guna mengetahui sumber media yang menginformasikan penyalahgunaan formalin pada beberapa bahan pangan sumber protein, dan melihat perubahan perilaku yang terjadi akibat pemberitaan tersebut.
HASIL PENELITIAN
Keluarga responden mayoritas memiliki karakteristik sebagai berikut (Tabel 1): berpendidikan menengah (6-12 tahun); pekerjaan sebagai ibu rumah tangga; pendapatan keluarga antara Rp 500.000,- sampai dengan Rp 1.000.000,-; dan jumlah anak kurang dari 3 orang.
Tabel 1. Karakteristik Keluarga Responden
Variabel | n | % | Variabel | n | % |
Lama Pendidikan Responden | Pendapatan Keluarga | ||||
Rendah (< 6 thn) | 26 | 43% | Rendah (<500 ribu) | 22 | 37% |
Menengah (6-12 thn) | 32 | 53% | Menengah (500 ribu – 1 juta) | 34 | 57% |
Tinggi (>12 thn) | 2 | 3% | Tinggi (>1 juta) | 4 | 7% |
Total | 60 | 100% | Total | 60 | 100% |
Pekerjaan Responden | Jumlah Anak | ||||
Petani | 6 | 10% | <3 orang anak | 31 | 52% |
Wira Usaha | 12 | 20% | 3-5 orang anak | 24 | 40% |
Buruh | 4 | 7% | >5 orang anak | 5 | 8% |
Ibu Rumah Tangga | 37 | 62% | Total | 60 | 100% |
Guru | 1 | 2% | |||
Total | 60 | 100% | |||
Keterangan: n = jumlah responden |
Tabel berikut memperlihatkan pola konsumsi sehari-hari keluarga responden yang terdiri dari: nasi sebagai makanan pokok; telur sebagai sumber protein hewani; serta tempe dan kacang-kacangan sebagai sumber protein nabati.
Tabel 2. Sebaran Keluarga Responden Menurut Pola Konsumsi Sehari-Hari
Frekuensi Konsumsi Makanan Pokok | n | % |
Nasi | 60 | 100 % |
Roti/Mi | 4 | 7 % |
Singkong/Jagung | 1 | 2 % |
Protein Hewani | ||
Telur | 15 | 25 % |
Ikan Segar | 13 | 22 % |
Ikan Asin | 9 | 15 % |
Protein Nabati | ||
Tahu | 6 | 10 % |
Tempe | 11 | 18 % |
Kacang-Kacangan | 5 | 18 % |
Keterangan: n = jumlah responden |
Gambar 2 memperlihatkan perubahan perilaku konsumsi sumber protein pra19 dan pasca pemberitaan penyalahgunaan formalin dalam bahan pangan.
Gambar 2. Sebaran Keluarga Responden Menurut Persentase Konsumsi Sumber Protein |
PEMBAHASAN
Karakteristik Keluarga Responden
Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 1) diperoleh bahwa umumnya responden berpendidikan menengah (53 %) dan rendah (43 %). Lamanya pendidikan yang diperoleh diduga terkait dengan kemampuan menyerap sumber informasi tentang gizi sehingga dapat mencerminkan pengetahuan ibu dalam memilih bahan pangan sumber protein. Tingkat pendidikan juga berpengaruh terhadap jenis pekerjaan yang diperoleh. Mayoritas pekerjaan responden adalah ibu rumah tangga (62 %) serta pendapatan keluarga responden umumnya menengah (57 %) dan rendah (37 %) sesuai dengan jenis pekerjaan yang diperoleh. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin terbuka lapangan pekerjaan yang memadai sehingga mempermudah peningkatan pendapatan keluarga.
Menurut Hatmadji dan Anwar (1993), jumlah anak mempengaruhi pendidikan orang tua dan tingkat pendapatan keluarga.23 Sebagian besar responden memiliki jumlah anak kurang dari 3 orang (52 %) dan antara 3 – 5 orang (40 %). Jumlah anak akan menentukan penyesuaian pendapatan keluarga dalam memilih bahan pangan sumber protein. Semakin sedikit jumlah anak semakin siap orang tua untuk memenuhi kebutuhan hidup anak-anaknya.
Perubahan Pola Konsumsi Makanan Sumber Protein
Berdasarkan hasil penelitian, terlihat bahwa tidak ada perubahan konsumsi nasi sebagai makanan pokok (100 %) pasca pemberitaan penyalahgunaan formalin dalam makanan. Roti, mi, singkong, dan jagung hanya merupakan makanan selingan atau jajanan saja (Tabel 2).
Keluarga responden tidak mengkonsumsi daging (ayam dan sapi) sebagai bahan pangan sumber protein hewani dikarenakan pendapatan keluarga yang terbatas dalam pemenuhan kebutuhan keluarga. Responden mengetahui bahwa daging merupakan salah satu makanan sumber protein terbaik. Hal ini didukung oleh pemahaman responden tentang makanan empat sehat lima sempurna (Lampiran 1). Selain itu, konsumsi ikan asin lebih rendah daripada konsumsi ikan segar dan telur, masing-masing dalam persentase 15 %, 22 %, dan 25 %. Padahal ikan asin merupakan bahan pangan sumber protein dengan harga lebih terjangkau daripada ikan segar dan telur, terutama pasca kenaikan harga bahan bakar minyak yang diikuti kenaikan harga bahan-bahan pokok. Sedangkan untuk protein nabati, konsumsi tempe (18 %) dan kacang-kacangan (18 %) lebih tinggi daripada konsumsi tahu (10 %). Hal ini dikarenakan bahan pangan sumber protein seperti ikan asin, ikan segar, tahu, mi basah, bakso, ayam potong, dan cumi-cumi24-25 telah diketahui responden mengandung formalin melalui media massa1-7.
Berdasarkan hasil penelitian yang dapat dijelaskan pada Gambar 2 terlihat adanya perubahan perilaku konsumsi sumber protein pra dan pasca pemberitaan penyalahgunaan formalin dalam bahan makanan. Konsumsi telur ayam sedikit mengalami penurunan walaupun tidak diisukan mengandung formalin, ini dikarenakan keterbatasan pendapatan keluarga dalam memilih bahan pangan sumber protein. Konsumsi ikan segar, ikan asin, dan tahu cenderung mengalami penurunan pasca pemberitaan penyalahgunaan formalin.
Namun, untuk memenuhi kebutuhan protein, para responden melakukan perubahan perilaku dalam memilih bahan pangan sumber protein dengan meningkatkan konsumsi tempe dan kacang-kacangan.
Perubahan perilaku dalam memilih bahan pangan sumber protein ternyata dipengaruhi oleh pemahaman responden tentang makanan empat sehat lima sempurna. Meskipun demikian, dalam pemilihan makanan responden lebih mempertimbangkan selera dan harga daripada nilai gizi yang terkandung dalam bahan pangan tersebut (Lampiran 2). Selain itu, peranan media massa sebagai transfer pengetahuan terutama dalam hal gizi dan makanan sumber protein, juga sangat menentukan. Televisi menjadi media informasi dominan (Lampiran 3).
Namun, informasi tentang gizi dan kesehatan akan lebih optimal jika sumbernya langsung dari puskesmas atau posyandu. Hal ini dikarenakan bahwa puskesmas dan posyandu setempat lebih mengetahui situasi dan kondisi masyarakat sehingga mempermudah usaha untuk melakukan pemilihan bahan pangan pengganti.
Pemberitaan penyalahgunaan formalin dalam makanan sangat mempengaruhi pengetahuan keluarga dalam pemilihan bahan pangan sumber protein. Oleh karena itu, pemahaman keluarga tentang pentingnya protein bagi tubuh dan kesehatan harus lebih dioptimalkan. Penyuluhan dan pembagian leaflet sebagai media informasi yang tepat sasaran dan berkesinambungan akan meningkatkan pemahaman keluarga tentang fungsi dan pemilihan bahan pangan sumber protein yang baik sehingga dapat membantu menurunkan prevalensi gizi buruk di Indonesia.
KESIMPULAN
Pemberitaan penyalahgunaan formalin dalam bahan makanan menyebabkan perubahan perilaku terhadap pemilihan bahan pangan sumber protein. Pengetahuan tentang gizi serta pertimbangan selera dan harga dapat mempengaruhi perilaku dalam pemilihan bahan pangan sumber protein. Maka dari itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi data awal untuk melakukan perbaikan konsumsi gizi dan penelitian lanjutan dalam usaha menurunkan kasus gizi buruk (Kurang Kalori Protein/Protein Energy Malnutrition) di Kota Medan.
Selain itu, dari pertimbangan hasil yang diperoleh sebagai keluaran, disusun sebuah leaflet yang berisi informasi sumber dan fungsi protein bagi tubuh untuk melakukan penyuluhan gizi seimbang, yang dapat menjawab permasalahan yang timbul pasca pemberitaan penyalahgunaan formalin dalam bahan makanan, sehingga informasi yang disampaikan lebih mudah dimengerti oleh orang-orang yang terlibat dalam penyusunan menu makanan keluarga sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudjianto T. Laporan Hasil Pengujian Laboratorium. Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen BB-POM. Surabaya. Kamis, 29 Desember 2005.
2. Nashihah M. Awas, Bahaya Formalin. Suara Merdeka. Senin, 2 Januari 2006.
3. Febriane S. Kini Konsumen Pilih yang “Buruk” dan “Cepat Basi”. Kompas. Senin, 9 Januari 2006.
4. Widaryana IDM. Formalin yang Kontroversial. Laporan Staf Seksi Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. Health Learning Resource Centre. Yogyakarta. Rabu, 15 Februari 2006.
5. Sampurno. Keterangan Pers Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No Kh.00.01.1.241.029 tentang Hasil Tindak Lanjut Pengawasan terhadap Penyalahgunaan Formalin sebagai Pengawet Tahu dan Mi Basah. Jakarta. Selasa, 24 Januari 2006.
6. Badan Pengawas Obat dan Makanan. Hasil Temuan Produk Mi Basah, Tahu, dan Ikan Berformalin. Data Januari 2006.
7. Manurung J. Laporan Kepala Bidang Sertifikasi dan Layanan Konsumen BBPOM. Medan. Selasa, 3 Januari 2006.
8. Lubis NDA. Pengawetan Makanan yang Aman. Disampaikan pada Seminar “Dampak Penyalahgunaan Formalin” di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tanggal 14 Januari 2006. Medan.
9. Lanita. Himbauan Staf Ahli Teknologi Pangan Politeknik Kesehatan Departemen Kesehatan RI pada Simposium “Dampak Buruk Formalin bagi Kesehatan Manusia” di FK UI tanggal 13 Januari2006. Jakarta.
10. Syam AF. PB PAPDI: Soal Formalin Sangat Berbahaya bagi Kesehatan Manusia. Laporan Humas PB PABDI. Jakarta. Senin, 2 Januari 2006.
11. Anwar J. Dampak Formalin bagi Kesehatan. Disampaikan pada Seminar “Dampak Penyalahgunaan Formalin” di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tanggal 14 Januari 2006. Medan.
12. Departemen Kesehatan. Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional 2001-2005. 2001.
13. Griffiths M, Dickin K, Favin M. Promoting the Growth of Children: What Works. Rationale and Guidance for Programs. The World Bank. 1996.
14. WHO. Nutrition for Health and Development. WHO, Geneva. 2000.
15. UNICEF. The State of the World’s Children 2000. UNICEF, New York. 2000.
16. ACC/SCC. Fourth Report on the World Nutrition Situation. WHO, Geneva. 2000.
17. Anderson PP, Pellettier D, Alderman H (ed). Child Growth and Nutrition Development in Developing Countries. Ithaca New York: Cornell University Press; 1995.
18. Perkembangan Penanggulangan Gizi Buruk di Indonesia (Keadaan sampai Bulan November Tahun 2005). Diperoleh dari: URL: http: //www.gizi.net/ busung-lapar/Bahan%20Gizi%20Buruk-Nop2005.pdf. Pada hari Senin, tanggal 13 Februari 2006 pukul 16.25 WIB.
19. Survey Dasar Pangan dan Gizi di Propinsi Sumatera Utara Tahun 2005. Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara. Medan. 2005.
20. Singarimbun M, Effendi S. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES; 1989.
21. Biro Pusat Statistik. Medan dalam Angka. BPS Medan. 2004
22. Biro Pusat Statistik. Medan Tuntungan dalam Angka. BPS Medan. 2004.
23. Hatmadji S, Anwar EN. Transisi Keluarga di Indonesia: Perspektif Global. Makalah Seminar Mengisi Hari Keluarga Nasional. 1993.
24. National Academy of Sciences: Recommended Dietary Allowances. 10th ed. Washington DC: National Academy Press; 1989.
25. United States Department of Agriculture: Food Guide Pyramid. A Guide to Daily Food Choices. Home and Garden Bulletin; No. 252. Washington DC: Human Nutrition Information Services; 1992.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Pemahaman tentang Makanan Empat Sehat Lima Sempurna
Gambar 3. Pemahaman tentang Makanan Empat Sehat Lima Sempurna. |
Gambar 4. eringkat Faktor Penentu Pemilihan Bahan Pangan. |
Gambar 5. Media Pemberitaan Formalin dalam Makanan |
Anda sekarang sudah mengetahui Artikel dan Makalah mengenai Bahan Makanan, Sumber Protein, dan Penyalahgunaan Formalin. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar