Entri Populer

Jumat, 11 Januari 2013

Dampak Kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) dan Harga BBM : Artikel dan Makalah

Artikel Ilmiah dan Makalah tentang Dampak Kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) dan Harga BBM - Seiring dengan lajunya pertumbuhan penduduk yang terjadi, perkembangan perekonomian di Indonesia belakangan ini sangat memberatkan bagi masyarakat. Perekomian di Indonesia mengalami pasang surut mulai dari krisis moneter tahun 1998, melemahnya nilai rupiah terhadap kurs dollar, dan kenaikan BBM. Imbas kenaikan bahan bakar minyak (BBM) belum hilang. masyarakat kembali dihadapkan pada rencana pemerintah untuk menaikan tarif dasar listrik (TDL).


ANISA WARDAH, BAGAS NUGROHO, I GEDE HARIANDANA, SITI
FATIMAH, SITI MARFUAHABSTRAK

UNIVERSITAS MULAWARMAN, SAMARINDA

ABSTRAK

Studi ini merupakan kajian teoritas dan empiris, oleh sebab itu perlu ditinjau lebih lanjut agar nantinya dapat menghasilkan data yang akurat. Dalam hal ini harga BBM mrupakan inti dari permasalahan dari kenaikan TDL bagi konsumen, kenaikan harga selalu menjadi masalah, apalagi dalam situasi perekonomian saat ini. Kenaikan tariff listrik yang direncanakan dikhawatirkan akan menekan daya beli masyarakat yang sudah terpuruk saat ini. Alas an TDL dinaikan karena Perusahaan Listrik Negara (PLN) tidak sanggup menenggung biaya operasional yang harus dikeluarkan setiap bulan. Tapi apakah hal itu hanya berkaitan langsung dengan kenaikan BBM atau tidak, belum dapat dipastikan. Sebab, sebagaimana perusahaan negara lain, PLN juga tidak lepas dari permasalahan manajemen. Untuk mendapatkan keterangan tersebut dikumpulkan data dan informasi dengan menggunakan metode Interview kepada pihak-pihak yang bersangkutan, dalam hal ini adalah pihak PLN. Selain itu digunakan juga metode Dokumentasi sebagai pelengkap data. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan harga BBM dengan meningkatnya biaya operasional TDL, penyebab kenaikan TDL, pengaruh kenaikan TDL, terhadap berbagai kalangan, dan upaya penggulangan masalah kenaikan TDL. Dalam hal ini jika TDL dinaikan, maka PLN yang beberapa tahun belakangan ini selalu mengalami defisit dapat diminimalisir kerugiannya dan berpengaruh pada membaiknya pelayanan PLN terhadap pelanggan, sedangkan bagi masyarakat hal ini dirasakan sangat memberatkan. Tetapi lain halnya jika TDL tidak dinaikan maka ketidakseimbangan antara biaya produksi dan pendapatan akan semakin besar pada neraca keuangan PLN, selain itu mengakibatkan pelayanan terhadap pelanggan menjadi tidak maksimal.

Kata kunci : BBM, kenaikan TDL, biaya operasional, permasalahan deficit

PENDAHULUAN

Rencana pemerintah untuk menaikkan TDL ternyata menurut pihak PLN disebabkan merupakan rentetan akibat dari kenaikan BBM yang semakin melambung. Saat harga BBM naik secara otomatis biaya produksi PLN pun meningkat sehingga anggaran dana yang dialokasikan untuk biaya operasi tidak mencukupi. Hal lain yang memicu rencana kenaikan TDL adalah pertumbuhan yang penduduk yang pesat mendorong kebutuhan akan listrik meningkat. Dengan biaya operasional yang tidak seimbang dengan pendapatan sangat sulit bagi PLN dapat memenuhi permintaan masyarakat yang semakin banyak. Hal ini masih didukung oleh permasalahan manajemen di tubuh PLN itu sendiri yang sampai sekarang dirugikan oleh banyak pihak . 

Salah sata solusi yang terpikirkan oleh pihak PLN karena berbagai permasalahan ini adalah menaikan TDL. Tetapi di sisi lain kenaikan TDL dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap kerterpurukan ekonomi yang berdampak pada menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat, Saat TDL naik pengeluaran masyarakat untuk membayar biaya listrik akan naik dan mengurangi pengalokasian dana pada kebutuhan yang lain. Dalam hal ini posisi PLN sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tidak hanya berorientasi Prnfit oriented tetapi lebih kearah pelayanan masyarakat perlu diperhatikan. Apabila TDL jadi dinaikan beban hidup masyarakat akan semakin berat, masyarakat harus membayar dengan sangat mahal hak mereka atas energi (listrik), yang sesungguhnya adalah milik mereka. DI sisi lain, keterbatasan kemampuan keuangan negara kini tidak memungkinkan untuk melakukan pembangunan di sektor listrik. Akibatnya terjadi pemadaman bergilir di berbagai wilayah, dan ancaman pemadaman di wilayah lainnya. Pemerataan kesempatan menikmati sambungan listrik kian sulit karena terhambatnya pembangunan infrastruktur bank. 

Pada akhirnya, krisis listrik akan memperlambat roda perekonomian. Dari permasalahan di atas peneliti berusaha mengungkapkan hal-hal yang mendasari kenaikan TDL yang direncanakan pemerintah dengan dasar pemikiran teori Biaya dan Demand Supply pada pasar monopoli.

Adapun permasalahan yang diungkapkan penulis adalah mengenai besarnya pengaruh BBM terhadap biaya operasi, penyebab kenaikan TDL, analisis biaya produksi listrik, pengaruh kenaikan TDL terhadap berbagai pihak dimasyarakat, dan upaya dalam menanggulangi kenaikan TDL.

Studi dibuat dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh BBM terhadap biaya operasional PLN sehingga nantinya diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak-pihak yang berkompeten. Dengan mengetahui pengaruh biaya produksi terhadap kegiatan operasional maka dapat dibentuk system pelaksanaan yang ekonomis, efektif, dan efisien. Selain itu dapat juga dijadikan dasar dalam pengidentifikasian manajemen PLN serta sebagai kontrol dalam pelaksanaan kegiatannya, sehingga hal-hal yang merugikan seperti kebocoran (losses) akibat administrasi maupun penyusutan serta tunggakan dari para pelanggan dapat diminimalisir. Selain itu Karya Ilmiah ini dibuat untuk mengetahui pengaruh kenaikan TDL. terhadap masyarakat, dan mencari solusi yang dapat dijadikan pertimbangan dalam masalah kenaikan TDL ini.

METODE PENDEKATAN

Karya ilmiah ini dibuat dengan menggunakan Metode Interview dan Dokumentasi. Metode Interview digumakan sebagai metode utama dalam pengumpulan data, metode pelengkap dalam memperoleh informasi, serta sebagai kriterium (pengukur) untuk meyakinkan atau mengukur suatu kebenaran informasi. Dalam penelitian ini pengiunpulan data dilakukan melalui interview dengan pihak PLN ( Persero ) Samarinda, yang dalam hal ini merupakan pajak yang berkompeten dalam menyikapi masalah ini. Sedangkan Metode Dokumentasi digunakan dalam pengumpulan data yang ditujukan kepada subyek penelitian dan merupakan bahan penelitian yang merekam peristiwa penting.

HASIL

Menurut pemeriksa keuangan (BPK) yang datanya dilihat penulis dari Tribun Samarinda pada bulan Maret 2006 , diketahui bahwa harga tarif dasar listrik pada Agustus 2003 berdasarkan Kurs Dollar As Rp.8,871. inflast sebesar 6,63%, dan harga solar per liter Rp.1668. BPK dengan asumsi Kurs Dollar As Rp.9700, inflasi 8 % dan harga sollar per liter Rp. 5000, memperoleh nilai deficit keuangan PLN RP. 27,2 Triliun, dengan kemampuan subsidi pemerintah Rp. 17 Triliun.

Berdasarkan hasil interview dengan pihak PLN (PERSERO) Samarinda pada tanggal 13 Maret 2006, diperoleh data bahwa harga jual listrik Rp. 630,00/kwh dengan rincian biaya produksi untuk BBM sebesar Rp. 5000,00 untuk 3 kwh. Biaya produksi untuk biaya selain BBM sebesar Rp. 1000,00 untuk 3 kwh, sehingga didapat biaya total produksi sebesar Rp. 6.000,00 untuk 3 kwh atau Rp. 2000,00/kwh. Dimana perhitungan mengasilkan nilai defisit PLN sebesar 34 Triliun Rupiah, dengan kemampuan subsidi pemerintah 17 Triliun rupiah, sehingga PLN masih mengalami kekurangan dana untuk menutupi sebesar Rp. 17 triliun.

Saat harga naik, maka biaya produksi PLN meningkat, hal ini dikarenakan BBM merupakan bahan baku utama dalam proses produksi, sehingga berpengaruh pada kenaikkan TDL. Saat TDL naik maka biaya produksi perusahaan juga naik., akibatnya perusahaan melakukan efisiensi tenaga kerja (PHK), Oleh karena itu terjadi pengangguran dan membuat daya beli masyarakat menurun, kemudian berpengaruh pada kenaikan harga Inflasi. Untuk menutupi kerugian pemerintah maka kembali lagi pemerintah mengambil kebijakan untuk menaikkan harga BBM.

PEMBAHASAN

Alasan kenaikan tarif listrik yang mengemuka saat ini tampak bagi sebagian pihak tak masuk akal. PLN mengusulkan kenaikan TDL dengan mengemukakan alasan depresiasi rupiah terhadap dollar AS, harga jual yang masih rendah dari harga pokok produksi (HPP ), meningkatnya harga BBM, kebuhihan investasi untuk memenuhi permintaan listrik yang tumbuh 10 persen per tahun, dan kesepakatan kenaikan TDL menuju tarif keekonornian pada tahun 2004.

Korelasi antara kenaikan BBM dan biaya produksi adaiah dengan naiknya harga BBM secara otomatis menaikan biaya bahan baku (BBB). Dalam operasi kegiatan produksi di PLN, biaya BBM mempengaruhi sekitar 70% dari total biaya, sehingga saat biaya BBM naik maka hal ini berimbas sangat besar terhadap biaya pokok produksi (BPP).

Dengan fluktuasi kenaikan kurs dollar mengakibatkan harga perolehan spare part meningkat. Apabila spare part tersebut di gunakan untuk perawatan atau pemeliharaan mesin, maka itu akan menambah biaya pemeliharaan mesin, dan apabila spare part tersebut di gunakan sebagai pengganti mesin yang rusak, rnaka akan menambah biaya penyrrsutan. Korelasi antara biaya pemeliharaan dan biaya penyusutan terhadap produksi yaitu balk biaya pemeliharaan maupun biaya penyusutan termasuk dalam biaya overhead pabrik: (BOP). 

BOP merupakan salah satu elemen dari BPP. Jadi, dapat disimpulkan saat biaya untuk spare part tersebut naik, maka BPP pun meningkat. Karena adanya penrbahan harga mata yang rupiah pihak PLN melakukan revaluasi asset untuk mengetahui nilai asset mereka saat ini. Revaluasi asset ini. dilakukan pada tahun 2002. Akibatnya, jika dibandingkan dengan nilai asset PLN yang pada tahun 2001 sebesar 79,9 triliun rupiah, pada tahun 2002 naik tiga kali lipat menjadi 213,8 triliun nrpiah. Konsekuensi peningkatan nilai asset itu adalah pada peningkatan biaya depresiasi. Jika volume depresiasi PLN untuk tahun buku 2001 hanya 3,4 triliun rupiah, maka tahun buku 2002 meningkat menjadi 15,6 triliun rupiah. Akibatnya, untuk tahun-tahun selanjutnva, seperti halnya tahun 2002, biaya penyusutan naik. Jadi kesimpulannya revalusi asset juga membuat melonjaknya biaya produksi.

Seperti halnya perusahaan swasta, selain biaya produksi PLN, BBB, BOP, dan BTK juga perlu diperhatikan. Untuk beberapa tahun belakangan ini BTK tidak terlalu ada perubahan, hal ini disebabkan tidak adanya kenaikan gaji. Tapi tidak menutup kemungkinan kedepannya.BTK ini akan naik, hal ini didorong oleh tuntutan karyawan yang menginginkan kesejahteraan yang lebih baik dari semula. Dikarenakan PLN adalah sebuah perusahaan yang sangat besar maka tidak heran kalau dalam kegiatannya kadang melakukan kesalahan misalnya, kesalahan perhitungan, kesalahan pembacaan meteran, atau kesalahan pencatatan, serta pencurian. Karena hal ini menyebabkan kerugian semakin besar, maka PLN harus efisien agar losses berkurang sehingga BPP dapat ditekan sampai harga yang lebih murah.

Kenaikan BPP juga diakibatkan oleh mahalnya harga pembelian dari Iistrik swasta. Working Group on Power Sector Restructuring (WGPSR) menemukan bahwa harga pembelian listrik dari pembangkit listrik swasta oleh PLN rata-rata sebesar Rp 491,28 (5,8 sen dollar AS per kWh), jauh lebih tinggi dari rata-rata harga listrik yang diproduksi anak perusahaan PLN, lndonesia Power, yaitu Rp 344,54 (4 sen dollar AS per kWh). Sesuai data WGPSR, PLN harus mengalokasikan dana sebesar Rp 11,5 triliun, atau 19 persen dari total beban usaha PLN tahun 2003, guna membeli listrik swasta tersebut. Masalahnya tidak seluruh listrik dari swasta dapat diserap oleh PLN karena ada masalah dengan transmisi listrik di jaringan Jawa-Bali. 

Walaupun demikian, PLN tetap wajib membayar listrik tersebut karena terikat kontrak take or pay. Sebagai suatu perusahaan yang negara PLN sering mengalami kesulitan dalam menagih pembayaran (piutang) kepada instansi. Karena untuk menjaga nama baik instansi yang bersangkutan. PLN tidak bisa mengekspos hal ini, sehingga sering terjadi tunggakan yang menumpuk dan relatif besar pada suatu instansi.

Sebagai sebuah perusahaan salah satu pendapatannya berasal dari pembayaran beban listrik. Selain itu juga ada tambahan dari pembayaran denda akibat pelanggan terlambat membayar atau melakukan pelanggaran. Berbeda dengan perusahaan swasta, PLN yang merupakan BUMN mendapat subsidi dari pemerintah.

Rencana pemerintah utuuk menaikkan TDL menuai berbagai macam reaksi dari berbagai macam kalangan, tidak hanya mahasiswa, Lembaga Swdaya Masyarakat (LSM), masyarakat, dan sektor bisnis Juga menyuarakan ketidaksetujuannya atas rencana pemerintah tersebut. Kenaikan TDL ditakutkan masyarakat akan berpengaruh kuat terhadap kenaikan inflasi, karena dengan naiknya TDL ini mengakibatkan biaya produksi menjadi naik dan otomatis diikuti dangan kenaikan harga barang lain (spiral effect), sehingga daya beli masyarakat menurun. Bila biaya produksi dalam suatu usaha meningkat maka perusahaan cenderung melakukan efisiensi tenaga kerja (PHK), dan dengan kenaikkan TDL, PLN akan mencapai titik BEP, dengan konsekuensi akan menurunkan kesejahteraan rakyat.

Untuk menutupi besarnya Biaya PLN guna melayani kebutuhan konsekuensi dapat dilakukan berbagai upaya yaitu, memperbaiki manajemen dalam tubuh PLN. menekan konsumsi BBM seoptimal munakin. dan meningkatkan efisiensi penagihan dalam rangka mengurangi biaya losses yang terjadi, menambah subsidi TDL dari berbagai macam pos-pos APBN.

KESIMPULAN

Gagasan menaikkan TDL berlandaskan pada alasan bahwa Perusahaan Listrik Negara ( PLN ) sudah tidak mampu lagi menanggung beban biaya produksi, jika revenue berpatokan pada TDL sekarang maka subsidi pemerintah tidak cukup untuk menutupi beban biaya produksi PLN yang membengkak akibat kenaikan tajam harga Bahan Bakar Minyak ( BBM ).

Selain BBM ada beberapa faktor yang membuat rencana kenaikan TDL terlontar, misalnya adanya kebocoran dan revaluasi aset dimana ini semua membuat BPP TDL (biaya pokok produksi tarif dasar listrik) meningkat. Apabila kenaikan TDL dijadikan jalan satu-satunya maka dikhawatirkan daya beli dan kesejahteraan masyarakat akan menurun. hal ini dikarenakan pengeluaran masyarakat untuk pembayaran beban listrik naik dan diikuti menurunnya pengeluaran di kebutuhan yang lain. Dikarenakan oleh hal ini maka rencana untuk menaikan TDL perlu dikaji ulang. Selain dengan menaikan TDL, apabila PLN bisa memperbaiki manajemennya, melakukan efisiensi, ada kemungkinan hal ini bisa menutupi biaya produksi yang meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

Reksoprayito. Soediyono. (2000). Pengantar Ekonomi Makro, edisi VI, BPFE Yokyakarta.

Mukyadi. (1999). Akuntansi Biaya, Aditya Media. Yokyakarta.

Kaltim,, tribun.(2006 ). Purnomo: Kita Pusing Tujuh keliling, hlm 1. Samarinda.

Samarinda, Tribun. (2006). Tarif Listrik tak Jadi Naik, hlm 5, Samarinda.

Http: www. Tribun Kaltim.comPT PLN PERSERO. (2001). Berevetisasi Juru Tera III, Pandaan. Jawa Timur.

Anda sekarang sudah mengetahui Artikel dan Makalah mengenai Kenaikan Tarif Dasar Listrik,  dan Kenaikan Harga BBM. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label